Label

Jumat, 31 Agustus 2012

10 Tanaman Karnivora Paling Mengagumkan

Tentu merupakan hal yang biasa jika kita membicarakan binatang karnivora, namun apakah tanaman pemakan daging juga merupakan hal yang biasa? Tanaman karnivora dapat ditemukan di daerah dimana tanah hanya memiliki sedikit nutrisi. Sehingga untuk mencukupi kebutuhan nutrisinya tanaman karnivora ini harus menangkap serangga dan arthropoda, dan menyerap nutrisinya.


1. Dionaea muscipula

Dionaea muscipula, atau yang lebih dikenal sebagai penangkap lalat Venus, mungkin adalah tanaman karnivora yang paling terkenal dengan makanan utama berupa serangga dan araknida. Penangkap lalat Venus adalah tanaman kecil yang memiliki 4-7 daun yang tumbuh dari batang bawah tanah yang pendek. Helai daun dibagi menjadi dua wilayah: wilayah datar, panjang, berbentuk hati, dan mampu berfotosintesis, dan juga sepasang lobus terminal, berengsel di pelepah, membentuk perangkap yang sebenarnya merupakan daun sejati. Permukaan bagian dalam lobus ini berisi pigmen merah dan tepiannya mengeluarkan lendir.
Lobus ini dapat bergerak dengan sangat cepat untuk menutup saat rambut sensorik khusus di dalamnya dirangsang. Tanaman ini sangat maju sehingga bisa membedakan antara stimulus hidup dan stimulus tidak hidup. Lobus menutup dalam waktu hanya sekitar 0,1 detik. Mereka dibatasi oleh tonjolan atau silia kaku seperti duri, yang saling bertautan dan mencegah mangsa berukuran besar melarikan diri. Setelah mangsanya tidak dapat melarikan diri, menyebabkan permukaan dalam lobus terus menerus dirangsang, sehingga tepi lobus akan tumbuh untuk menyatu, menyegel perangkap dan menciptakan “perut” tertutup di mana pencernaan dan penyerapan dapat terjadi.


2. Aldrovanda vesiculosa

Aldrovanda vesiculosa, yang juga dikenal sebagai tanaman kincir air, adalah tanaman air tanpa akar. Tanaman ini biasanya memakan vertebrata air kecil, menggunakan mekanisme yang disebut perangkap kancing. Tanaman ini sebagian besar terdiri dari batang mengambang, mencapai 6-11cm panjangnya. Perangkap melekat pada petioles, yang berisi udara, dan membantu tanaman ini mengapung di air. Tanaman ini dapat tumbuh dengan sangat cepat dan bisa mencapai 4-9 mm per hari, dalam beberapa kasus bahkan menghasilkan ulir baru setiap hari. Ketika tanaman tumbuh ke satu ujung, ujung lainnya akan mati.
Perangkap pada dasarnya terdiri dari dua lobus yang melipat untuk membuat perangkap kancing. Bukaan ke arah luar dari titik perangkap, dan ditutupi oleh lapisan rambut pemicu yang halus, yang akan menyebabkan perangkap untuk menutup setiap mangsa datang. Perangkap tertutup hanya dalam 10 milidetik, sehingga tanaman ini menjadi salah satu tanaman dengan gerakan paling cepat.


3. Byblis

Byblis, atau tanaman pelangi, adalah genus kecil tanaman karnivora asli Australia. Nama tanaman pelangi berasal dari penampilan menarik musilago mereka yang ditutupi daun jika dilihat di bawah sinar matahari. Daun tanaman ini memiliki penampang bulat, dan mereka cenderung sangat memanjang dan meruncing di ujungnya. Permukaan daun benar-benar tertutup rambut kelenjar yang melepaskan zat mucilaginous yang lengket, yang pada gilirannya memerangkap serangga kecil pada daun atau tentakelnya.


4. Drosera

Drosera merupakan salah satu marga terbesar dari tanaman karnivora, dengan sedikitnya 194 spesies. Drosera dapat ditemukan tersebar luas di setiap benua kecuali Antartika. Drosera, (tergantung pada spesies) dapat merunduk atau tegak, dengan tinggi mulai dari 1 cm sampai 1 m dan dapat hidup sampai 50 tahun.
Drosera ditandai oleh kelenjar tentakel yang dapat bergerak, ditutupi dengan cairan lengket yang manis. Ketika serangga mendarat pada tentakel lengket tersebut, tanaman ini dapat menggerakkan lebih banyak tentakel ke arah serangga untuk menjebaknya. Setelah terperangkap, kelenjar sessile kecil akan mencerna serangga dan menyerap nutrisi yang kemudian dapat digunakan untuk membantu pertumbuhan.


5. Pinguicula

Pinguicula adalah sekelompok tanaman karnivora yang menggunakan kelenjar daun yang lengket untuk memikat, menjebak dan mencerna serangga. Ada sekitar 80 spesies yang dapat ditemukan di seluruh Amerika Utara dan Selatan, Eropa dan Asia. Daun Pinguicula sangat berair dan biasanya berwarna hijau cerah atau merah muda. Ada dua jenis sel khusus yang dapat ditemukan di sisi atas daun Pinguicula. Salah satunya dikenal sebagai kelenjar penduncular, dan terdiri dari sel-sel sekretorik yang terletak di atas sel batang tunggal.
Sel-sel ini menghasilkan sekresi mucilaginous yang membentuk tetesan di permukaan daun, dan bertindak sebagai “lem” untuk menjebak lalat. Sel lainnya yang disebut kelenjar sessile terdapat pada permukaan daun dan memproduksi enzim seperti amilase, protease dan esterase, yang membantu dalam proses mencerna. Terdapat beberapa spesies Pinguicula yang berdaun karnivora sepanjang tahun, selain itu, banyak juga jenis Pinguicula yang tidak memiliki daun karnivora pada musim dingin, namun, ketika musim panas tiba, daun karnivora akan tumbuh.

6. Utricularia

Utricularia adalah genus tanaman karnivora yang terdiri dari sekitar 220 spesies. Mereka biasa dijumpai di air tawar dan tanah lembab sebagai spesies darat atau air, dan dapat ditemukan di setiap benua kecuali Antartika. Mereka adalah satu-satunya tanaman karnivora yang menggunakan “perangkap kandung kemih”. Sebagian besar spesies ini memiliki perangkap yang sangat kecil, di mana mereka hanya dapat menangkap mangsa yang berukuran mikro, seperti protozoa. Perangkap dapat berukuran dari 0.2mm sampai 1.2cm yang dapat menjebak mangsa yang lebih besar seperti kutu air dan bahkan berudu kecil.
Perangkap memiliki rambut-rambut pemicu kecil yang menempel pada pintu jebakan. Perangkap kandung kemih, ketika dipasang, berada di bawah tekanan negatif dalam hubungan dengan sekitarnya. Ketika rambut pemicu jatuh, pintu perangkap akan terbuka, menghisap serangga dan air di sekitarnya, dan menutup pintu lagi, semua terjadi hanya dalam hitungan sepersekian detik.


7. Darlingtonia californica

Darlingtonia californica, yang biasa juga disebut dengan Lilly Cobra, adalah satu-satunya anggota genus darlingtonia, dan merupakan tanaman asli California Utara dan Oregon. Mereka tumbuh di rawa dan sangat jarang dijumpai. Daun dari Lily Cobra berbentuk bulat dan membentuk rongga, dengan bukaan yang terletak di bawah struktur seperti balon dan dua daun runcing yang tergantung di ujung seperti taring.
Tidak seperti tanaman karnivora lainnya, Lilly Cobra menggunakan “perangkap lobster”. Setelah masuk, serangga akan kebingungan dengan bintik cahaya besar yang bersinar melalui tanaman. Ketika mereka mendarat, ada ribuan rambut halus yang menuju organ pencernaan, mereka tidak akan bisa berbalik atau bergerak mundur untuk melarikan diri.


8. Genlisea

Genlisea, lebih dikenal sebagai tanaman pembuka botol, terdiri dari 21 spesies dan umumnya tumbuh di lingkungan basah dan semi perairan, dan tersebar di seluruh Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Genlisea adalah tumbuhan kecil dengan bunga berwarna kuning yang menggunakan perangkap lobster (perangkap yang mudah untuk masuk tetapi tidak mungkin untuk keluar, seperti dengan menggunakan bulu-bulu kecil yang tumbuh menuju pintu masuk).
Tanaman ini memiliki dua jenis daun yang berbeda, daun fotosintesis di atas tanah, dan daun bawah tanah khusus untuk menarik, menjebak dan mencerna organisme mikro, seperti protozoa. Daun bawah tanah ini juga melakukan tugas sebagai akar, seperti menyerap air karena tanaman ini tidak memiliki akar. Daun bawah tanah ini membentuk sebuah tabung berongga di bawah tanah, tabung ini memiliki bentuk seperti pembuka botol, dan dengan bantuan aliran air yang konstan, mikroba kecil dapat masuk ke dalam tabung, tetapi tidak dapat keluar lagi. Ketika mereka mencapai bagian tertentu dari tabung, mereka akan dicerna dan diserap.


9. Nepenthes

Nepenthes merupakan tumbuhan tropis dengan bentuk mirip kendi yang juga sering dijuluki dengan “cangkir monyet”. Ada sekitar 130 spesies yang tersebar luas, dan dapat ditemukan di China, Malaysia, Indonesia, Filipina, Madagaskar, Seychelles, Australia dan India. Julukan “cangkir monyet” berasal dari fakta bahwa monyet sering meminum air hujan yang terjebak dalam tanaman ini. Sebagian besar spesies Nepenthes adalah tanaman merambat yang dapat mencapai tinggi 10 sampai 15m, dengan sistem akar dangkal.
Dari batang anda akan sering melihat daun seperti pedang, dengan sulur yang menonjol dari ujung daun. Pada akhir sulur itu, terdapat bentuk seperti sebuah bola kecil, yang kemudian mengembang dan membentuk cangkir. Perangkap ini berisi cairan, yang dihasilkan oleh tanaman, yang digunakan untuk menenggelamkan dan mencerna serangga. Bagian bawah cangkir tanaman ini mengandung kelenjar yang menyerap dan mendistribusikan nutrisi. Sebagian besar tanaman kecil dan cenderung untuk menjebak serangga saja, tetapi beberapa spesies yang lebih besar, seperti Nepenthes rafflesiana dan Nepenthes rajah, dapat menangkap mamalia kecil seperti tikus.


10. Sarracenia

Sarracenia adalah Genus tanaman karnivora yang berasal dari daerah pesisir timur Amerika, Texas, Great Lakes dan tenggara Kanada. Daun tanaman telah berevolusi menjadi berbentuk corong, dengan struktur seperti tudung yang tumbuh di atas “mulut” tanaman ini untuk mencegah air hujan mengencerkan cairan pencernaannya. Serangga tertarik dengan warna, bau dan sekresi seperti nektar di bibir mulut tanaman ini. Daunnya yang licin dan daya tarik nektarnya menyebabkan serangga terjatuh di dalam dimana mereka akan mati dan dicerna oleh enzim protease dan enzim pencernaan lainnya. 











sumber : http://sang-tuyul.blogspot.com/

Senin, 27 Agustus 2012

Sejarah Asal Mula Halal Bihalal

idul fitriFilosofi Idul Fitri
Tanbihun.com –  Seorang budayawan terkenal Dr Umar Khayam (alm), menyatakan bahwa tradisi Lebaran merupakan terobosan akulturasi budaya Jawa dan Islam. Kearifan para ulama di Jawa mampu memadukan kedua budaya tersebut demi kerukunan dan kesejahteraan masyarakat. Akhirnya tradisi Lebaran itu meluas ke seluruh wilayah Indonesia, dan melibatkan penduduk dari berbagai pemeluk agama. Untuk mengetahui akulturasi kedua budaya tersebut, kita cermati dulu profil budaya Islam secara global. Di negara-negara Islam di Timur Tengah dan Asia (selain Indonesia), sehabis umat Islam melaksanakan salat Idul Fitri tidak ada tradisi berjabatan tangan secara massal untuk saling memaafkan. Yang ada hanyalah beberapa orang secara sporadis berjabatan tangan sebagai tanda keakraban.
Menurut tuntunan ajaran Islam, saling memaafkan itu tidak ditetapkan waktunya setelah umat Islam menyelesaikan ibadah puasa Ramadan, melainkan kapan saja setelah seseorang merasa berbuat salah kepada orang lain, maka dia harus segera minta maaf kepada orang tersebut. Bahkan Allah SWT lebih menghargai seseorang yang memberi maaf kepada orang lain (Alquran Surat Ali Imran ayat 134).
Budaya sungkem
Dalam budaya Jawa, seseorang “sungkem” kepada orang yang lebih tua adalah suatu perbuatan yang terpuji. Sungkem bukannya simbol kerendahan derajat, melainkan justru menunjukkan perilaku utama. Tujuan sungkem, pertama, adalah sebagai lambang penghormatan, dan kedua, sebagai permohonan maaf, atau “nyuwun ngapura”. Istilah “ngapura” tampaknya berasal dari bahasa Arab “ghafura”.
Para ulama di Jawa tampaknya ingin benar mewujudkan tujuan puasa Ramadan. Selain untuk meningkatkan iman dan takwa, juga mengharapkan agar dosa-dosanya di waktu yang lampau diampuni oleh Allah SWT. Seseorang yang merasa berdosa kepada Allah SWT bisa langsung mohon pengampunan kepada-Nya. Tetapi, apakah semua dosanya bisa terhapus jika dia masih bersalah kepada orangorang lain yang dia belum minta maaf kepada mereka?
Nah, di sinilah para ulama mempunyai ide, bahwa di hari Lebaran itu antara seorang dengan yang lain perlu saling memaafkan kesalahan masingmasing, yang kemudian dilaksanakan secara kolektif dalam bentuk halal bihalal. Jadi, disebut hari Lebaran, karena puasa telah lebar (selesai), dan dosa-dosanya telah lebur (terhapus).
Dari uraian di muka dapat dimengerti, bahwa tradisi Lebaran berikut halal bihalal merupakan perpaduan antara unsur budaya Jawa dan budaya Islam.
Sejarah halal bihalal
Sejarah asal mula halal bihalal
ada beberapa versi. Menurut sebuah sumber yang dekat dengan Keraton Surakarta, bahwa tradisi halal bihalal mula-mula dirintis oleh KGPAA Mangkunegara I, yang terkenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa. Dalam rangka menghemat waktu, tenaga, pikiran, dan biaya, maka setelah salat Idul Fitri diadakan pertemuan antara Raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana. Semua punggawa dan prajurit dengan tertib melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri.
Apa yang dilakukan oleh Pangeran Sambernyawa itu kemudian ditiru oleh organisasi-organisasi Islam, dengan istilah halal bihalal. Kemudian instansi-instansi pemerintah/swasta juga mengadakan halal bihalal, yang pesertanya meliputi warga masyarakat dari berbagai pemeluk agama.
Sampai pada tahap ini halal bihalal telah berfungsi sebagai media pertemuan dari segenap warga masyarakat. Dan dengan adanya acara saling memaafkan, maka hubungan antarmasyarakat menjadi lebih akrab dan penuh kekeluargaan.
Karena halal bihalal mempunyai efek yang positif bagi kerukunan dan keakraban warga masyarakat, maka tradisi halal bihalal perlu dilestarikan dan dikembangkan. Lebih-lebih pada akhir-akhir ini di negeri kita sering terjadi konflik sosial yang disebabkan karena pertentangan kepentingan.
Makna Idul Fitri
Ada tiga pengertian tentang Idul Fitri. Di kalangan ulama ada yang mengartikan Idul Fitri dengan kembali kepada kesucian. Artinya setelah selama bulan Ramadan umat Islam melatih diri menyucikan jasmani dan rohaninya, dan dengan harapan pula dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT, Maka memasuki hari Lebaran mereka telah menjadi suci lahir dan batin.
Ada yang mengartikan Idul Fitri dengan kembali kepada fitrah, atau naluri religius. Hal ini sesuai dengan Alquran Surat Al-Baqarah ayat 183, bahwa tujuan puasa adalah agar orang yang melakukannya menjadi orang yang takwa atau meningkat kualitas religiusitasnya.
Ada pula yang mengartikan Idul Fitri dengan kembali kepada keadaan di mana umat Islam diperbolehkan lagi makan dan minum siang hari seperti biasa. Di kalangan ahli bahasa Arab, pengertian ketiga itu dianggap yang paling tepat.
Dari ketiga makna tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam memasuki Idul Fitri umat Islam diharapkan mencapai kesucian lahir batin dan meningkat kualitas religiusitasnya. Salah satu ciri manusia religius adalah memiliki kepedulian terhadap nasib kaum yang sengsara. Dalam Surat Al-Ma’un ayat 1 -3 disebutkan, adalah dusta belaka kalau ada orang mengaku beragama tetapi tidak mempedulikan nasib anak yatim. Penyebutan anak yatim dalam ayat ini merupakan representasi dari kaum yang sengsara.
Oleh karena itu dapat kita pahami, bahwa umat Islam yang mampu wajib memberikan zakat fitrah kepada kaum fakir miskin, dan pemberian zakat tersebut paling lambat sebelum pelaksanaan salat Idul Fitri. Aturan ini dimaksudkan, agar pada waktu umat Islam yang mampu bergembira ria merayakan Idul Fitri jangan ada orang-orang miskin yang sedih, atau sampai menangis, karena tidak ada yang dimakan.
Agama Islam sangat menekankan harmonisasi hubungan antara si kaya dan si miskin. Orang-orang kaya diwajibkan mengeluarkan zakat mal (harta), untuk dibagikan kepada delapan asnaf (kelompok), di antaranya adalah kaum fakir miskin.
Dari uraian di muka dapat disimpulkan, bahwa Idul Fitri merupakan puncak dari suatu metode pendidikan mental yang berlangsung selama satu bulan untuk mewujudkan profil manusia yang suci lahir batin, memiliki kualitas keberagamaan yang tinggi, dan memelihara hubungan sosial yang harmonis. hf/www.wawasandigital.com
___________________________________
Drs H Ibnu Djarir
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Provinsi Jawa Tengah.












sumber : http://tanbihun.com/

Jumat, 17 Agustus 2012

Perang Yarmuk – Takluknya Kerajaan Romawi dibawah Pasukan Islam

Dalam sejarah perjuangan kaum muslimin menegakkan dan membela al haq (kebenaran), berjihad di jalan Allah, kita akan dapat menemukan kisah teladan mengenai itsar, sejarah yang begitu indah untuk dipelajari, merupakan suatu kenikmatan tersendiri jika diamalkan.
Ketika terjadi perang Yarmuk, perang yang terjadi antara kaum muslimin melawan pasukan Romawi (Bizantium), negara super power saat itu, tahun 13 H/ 634 M.
Pasukan Romawi dengan peralatan perang yang lengkap dan memiliki tentara yang sangat banyak jumlahnya dibandingkan pasukan kaum muslimin. Pasukan Romawi berjumlah sekitar 240.000 orang dan pasukan kaum muslimin berjumlah 45.000 orang menurut sumber islam atau 100.000–400.000 untuk pasukan romawi dan 24.000-40.000 pasukan muslim menurut sumber wikipedia
Dalam perang Yarmuk, pasukan Romawi memiliki tentara yang banyak, pengalaman perang yang mumpuni, peralatan perang yang lengkap, logistik lebih dari cukup, dapat dikalahkan oleh pasukan kaum muslimin, dengan izin Allah.
Ini adalah bukti yang nyata bahwa sesungguhnya kemenangan itu bersumber dari Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa.
Pertempuran ini, oleh beberapa sejarawan, dipertimbangkan sebagai salah satu pertempuran penting dalam sejarah dunia, karena dia menandakan gelombang besar pertama penaklukan Muslim di luar Arab, dan cepat masuknya Islam ke Palestina, Suriah, dan Mesopotamia yang rakyatnya menganut agama Kristen.
Pengangkatan Khalid bin Walid
Entah apa yang ada di benak Khalid bin Walid ketika Abu Bakar menunjuknya menjadi panglima pasukan sebanyak 46.000. Hanya ia dan Allah saja yang tahu kiranya. Khalid tak hentinya beristigfar. Ia sama sekali tidak gentar dengan peperangan yang akan ia hadapi. 240.000 tentara Bizantin. Ia hanya khawatir tidak bisa mengendalikan hatinya karena pengangkatan itu. Kaum muslimin tengah bersiap menyongsong Perang Yarmuk sebagai penegakan izzah Islam berikutnya.
Hampir semua tentara muslim gembira dengan penunjukkan itu. Selama ini memang Khalid bin Walid adalah seorang pemimpin di lapangan yang tepat. Abu Bakar pun tidk begitu saja menunjuk pejuang yang berjuluk Pedang Allah itu. Sejak kecil, Khalid dikenal sebagai seorang yang keras. Padahal ia dibesarkan dari sebuah keluarga yang kaya. Sejak usia dini, ia menceburkan dirinya ke dalam seni peperangan dan seni bela diri. Malah mempelajari keahlian mengendarai kuda, memainkan pedang dan memanah. Dia juga mencurahkan perhatiannya ke dalam hal memimpin angkatan perang. Bakat-bakatnya yang asli, ditambah dengan latihan yang keras, telah membina Khalid menjadi seorang yang luar biasa. Kemahiran dan keberaniannya mengagumkan setiap orang. Konon, hanya Khalid bin Walid seorang yang pernah memorak-porandakan pasukan kaum muslimin, semasa ia masih belum memeluk Islam.
Strategi Perang Kaum Muslimin
Khalid bin Walid sekarang memutar otak. Bingung bukan buatan. Tentara Bizantin Romawi berkali-kali lipat banyaknya dengan jumlah pasukan kaum muslimin. Ditambah, pasukan Islam yang dipimpinya tanpa persenjataan yang lengkap, tidak terlatih dan rendah mutunya. Ini berbeda dengan angkatan perang Romawi yang bersenjatakan lengkap dan baik, terlatih dan jumlahnya lebih banyak. Dan mereka akan berhadapan di dataran Yarmuk. Tentara Romawi yan hebat itu berkekuatan lebih dari 3 lakh serdadu bersenjata lengkap, diantaranya 80.000 orang diikat dengan rantai untuk mencegah kemungkinan mundurnya mereka. Tentara Muslim seluruhnya berjumlah 45.000 orang itu, sesuai dengan strategi Khalid, dipecah menjadi 40 kontingen untuk memberi kesan seolah-olah mereka lebih besar daripada musuh.
Strategi Khalid ternyata sangat ampuh. Saat itu, taktik yang digunakan oleh Romawi terutama di Arab Utara dan selatan ialah dengan membagi tentaranya menjadi lima bagian, depan, belakang, kanan, kiri dan tengah. Heraclus sebagai ketua tentara Romawi telah mengikat tentaranya dengan besi antara satu sama lain. Ini dilakukan agar mereka jangan sampai lari dari peperangan. Romawi juga menggunakan taktik dan strategi tetsudo (kura-kura). Jenis tentara Rom dikenal sebagai ‘legions’, yang satu bagiannya terdapat 3000-6000 laskar berjalan kaki dan 100-200 laskar berkuda. Ditambah dengan dan ‘tentara bergajah’. Kegigihan Khalid bin Walid dalam memimpin pasukannya membuahkan hasil yang membuat hampir semua orang tercengang. Pasukan muslim yang jumlahnya jauh lebih sedikit itu berhasil memukul mundur tentara Romawi dan menaklukkan wilayah itu.
Jalannya Peperangan
Panglima Romawi, Gregorius Theodore -orang-orang Arab menyebutnya “Jirri Tudur”– ingin menghindari jatuhnya banyak korban. Ia menantang Khalid untuk berduel. Dalam pertempuran dua orang itu, tombak Gregorius patah terkena sabetan pedang Khalid. Ia ganti mengambil pedang besar. Ketika berancang-ancang perang lagi, Gregorius bertanya pada Khalid tentang motivasinya berperang serta tentang Islam.
Mendengar jawaban Khalid, di hadapan ratusan ribu pasukan Romawi dan Muslim, Gregorius menyatakan diri masuk Islam. Ia lalu belajar Islam sekilas, sempat menunaikan salat dua rakaat, lalu bertempur di samping Khalid. Gregorius syahid di tangan bekas pasukannya sendiri. Namun pasukan Islam mencatat kemenangan besar di Yarmuk, meskipun sejumlah sahabat meninggal di sana. Di antaranya adalah Juwariah, putri Abu Sofyan.
Pada perang Yarmuk, Az-Zubair bertarung dengan pasukan Romawi, namun pada saat tentara muslim bercerai berai, beliau berteriak : “Allahu Akbar” kemudian beliau menerobos ke tengah pasukan musuh sambil mengibaskan pedangnya ke kiri dan ke kanan, anaknya Urwah pernah berkata tentangnya : “Az-Zubair memiliki tiga kali pukulan dengan pedangnya, saya pernah memasukkan jari saya didalamnya, dua diantaranya saat perang badar, dan satunya lagi saat perang Yarmuk.
Salah seorang sahabatnya pernah bercerita : “Saya pernah bersama Az-Zubair bin Al-’Awwam dalam hidupnya dan saya melihat dalam tubuhnya ada sesuatu, saya berkata kepadanya : demi Allah saya tidak pernah melihat badan seorangpun seperti tubuhmu, dia berkata kepada saya : demi Allah tidak ada luka dalam tubuh ini kecuali ikut berperang bersama Rasulullah saw dan dijalan Allah. Dan diceritakan tentangnya : sesungguhnya tidak ada gubernur/pemimpin, penjaga dan keluar sesuatu apapun kecuali dalam mengikuti perang bersama Nabi saw, atau Abu Bakar, Umar atau Utsman.
Hari ke-4, Hari Hilangnya Mata
Peristiwa ini terjadi pada hari keempat perang Yarmuk, dimana dari sumber ini dikabarkan 700 orang dari pasukan Muslim kehilangan matanya karena hujan panah dari tentara Romawi. Dan hari itu merupakan hari peperangan terburuk bagi pasukan Muslimin.
Hari ke-6, Terbunuhnya Gregory, Komandan Pasukan Romawi
Hari keenam dari perang Yarmuk fajar benderang dan jernih. Itu adalah minggu ke empat Agustus 636 (minggu ketiga Rajab, 15 H). Kesunyian pagi hari tidak menunjukkan pertanda akan bencana yang akan terjadi berikutnya. Pasukan muslim saat itu merasa lebih segar, dan mengetahui niat komandan mereka untuk menyerang dan sesuatu di dalam rencananya, tak sabar untuk segera berperang. Harapan-harapan pada hari itu menenggelamkan semua kenangan buruk pada ’Hari Hilangnya Mata’. Di hadapan mereka berbaris pasukan Romawi yang gelisah – tidak terlalu berharap namun tetap berkeinginan untuk melawan dalam diri mereka.
Seiring dengan naiknya matahari di langit yang masih samar di Jabalud Druz, Gregory, komandan pasukan yang dirantai, mengendarai kudanya maju ke depan di tengah-tengah pasukan Romawi. Dia datang dengan misi untuk membunuh komandan pasukan Muslimin dengan harapan hal itu akan memberikan efek menyurutkan semangat pimpinan kesatuan dan barisan kaum Muslimin. Ketika ia mendekati ke tengah-tengah pasukan Muslimin, dia berteriak menantang (untuk berduel) dan berkata, ”Tidak seorang pun kecuali Komandan bangsa Arab!
Abu Ubaidah seketika bersiap-siap untuk menghadapinya. Khalid dan yang lainnya mencoba untuk menahannya, karena Gregory memiliki reputasi sebagai lawan tanding sangat kuat, dan meang terlihat seperti itu. Semuanya merasa bahwa akan lebih baik apabila Khalid yang keluar menjawab tantangan itu, namum Abu Ubaidah tidak bergeming. Ia berkata kepada Khalid, ”Jika aku tidak kembali, engkau harus memimpin pasukan, sampai Khalifah memutuskan perkaranya.”
Kedua komandan berhadap-hadapan di atas punggung kudanya masing-masing, mengeluarkan pedangnya dan mulai berduel. Keduanya adalah pemain pedang yang tangguh dan memberikan penonton pertunjukkan yang mendebarkan dari permainan pedang dengan tebasan, tangkisan dan tikaman. Pasukan Romawi dan Muslim menahan nafas. Kemudian setelah berperang beberapa menit, Gregory mundur dari lawannya, membalikkan kudanya dan mulai menderapkan kudanya. Teriakan kegembiraan terdengar dari pasukan Muslimin atas apa yang terlihat sebagai kekalahan sang prajurit Romawi, namun tidak ada reaksi serupa dari Abu Ubaidah. Dengan mata yang tetap tertuju pada prajurit Romawi yang mundur itu, ia menghela kudanya maju mengikutinya.
Gregory belum beranjak beberapa ratus langkah ketika Abu Ubaidah menyusulnya. Gregory, yang sengaja mengatur langkah kudanya agar Abu Ubaidah menyusulnya, berbalik dengan cepat dan mengangkat pedangnya untuk menyerang Abu Ubaidah. Kemundurannya dari medan pertempuran adalah tipuan untuk membuat lawannya lengah. Namun Abu Ubaidah bukanlah orang baru, dia lebih tahu mengenai permainan pedang dari yang pernah dipelajari Gregory. Orang Romawi itu mengangkat pedangnya, namun hanya sejauh itu yang dapat dilakukannya. Ia ditebas tepat pada batang lehernya oleh Abu Ubaidah, dan pedangnya jatuh dari tangannya ketika dia rubuh ke tanah. Untuk beberapa saat Abu Ubaidah duduk diam di atas kudanya, takjub pada tubuh besar jendral Romawi tersebut. Kemudian demgan meninggalkan perisai dan senjata yang berhiaskan permata orang Romawi itu, yang diabaikannya karena kebiasaannya tidak memandang berharga harta dunia, prajurit yang shalih itu kemudian kembali kepada pasukan Muslimin.
Kepahlawanan Asma binti Yazid bin As-Sakan
Keinginannya untuk terjun ke medan jihad baru terwujud setelah Rasul saw wafat, yaitu ketika terjadi perang Yarmuk pada tahun ke-13 Hijriyyah. Dalam perang besar (Yarmuk) itu Asma binti Yazid bersama kaum mukminah lainnya berada di barisan belakang laki-laki. Semuanya berusaha mengerahkan segenap kekuatannya untuk mensuplai persenjataan pasukan laki-laki. Memberi minum kepada mereka, mengurus mereka yang terluka, dan mengobarkan semangat jihad mereka.  Ketika peperangan berkecamuk dengan begitu serunya, ia  berjuang sekuat tenaganya. Akan tetapi, dia tidak menemukan senjata apapun, selain tiang penyangga tendanya. Dengan bersenjatakan tiang itulah, dia menyusup ke tengah-tengah medan tempur dan menyerang musuh yang ada di kanan dan kirinya, sampai akhirnya dia berhasil membunuh sembilan orang tentara Romawi.
Dalam bagian lain beliau berkata: “Para wanita menghadang mujahidin yang lari dari berkecamuknya perang dan memukul mereka dengan kayu dan melempari mereka dengan batu.” Adapun Khaulah binti Tsa`labah berkata: “Wahai kalian yang lari dari wanita yang bertakwa .Tidak akan kalian lihat tawanan.Tidak pula perlindungan.Tidak juga keridhaan”
Beliau juga berkata dalam bagian lain: “Pada hari itu kaum muslimah berperang dan berhasil membunuh banyak tentara Romawi, akan tetapi mereka memukul kaum muslimin yang lari dari kancah peperangan hingga mereka kembali untuk berperang”.
Hal ini sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar,
”Dia adalah asma binti Yazid bin As-Sakan yang ikut terjun dalam perang Yarmuk. Pada hari itu dia berhasil membunuh sembilan orang tentara Romawi dengan menggunakan tiang tendanya. Setelah perang Yarmuk ia masih hidup dalam waktu yang cukup lama.  Asma keluar dari medan pertempuran dengan luka parah sebagaimana juga banyak dialami pasukan kaum muslimin. Akan tetapi, Allah berkehendak ia tetap hidup dalam waktu yang cukup lama.  Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada Asma binti Yazidd bin As-Sakan dan memuliakan tempatnya di sisi-Nya atas berbagai Hadits yang diriwayatkannya dan atas segala pengorbanannya.
Akan tetapi manakala berkecamuknya perang, manakala suasana panas membara dan mata menjadi merah, ketika itu Asma` lupa bahwa dirinya adalah seorang wanita. Beliau hanya ingat bahwa dirinya adalah muslimah, mukminah dan mampu berjihad dengan mencurahkan dengan segenap kemampuan dan kesungguhannya. Hanya beliau tidak mendapatkan apa-apa yang di depannya melainkan sebatang tiang kemah, maka beliau membawanya dan berbaur dengan barisan kaum muslimin. Beliau memukul musuh-musuh Allah ke kanan ke kiri hingga dapat membunuh sembilan orang tentara Romawi, sebagaimana yang dikisahkan oleh Imam Ibnu Hajar tentang beliau: “Dialah Asma` binti Yazid bin Sakan yang menyertai perang Yarmuk, ketika itu beliau membunuh sembilan tentara Romawi dengan tiang kemah, kemudian beliau masih hidup selama beberapa tahun setelah peperangan tersebut.
Asma` keluar dari peperangan dengan membawa luka di punggungnya dan Allah menghendaki beliau masih hidup setelah itu selama 17 tahun karena beliau wafat pada akhir tahun 30 Hijriyah setelah menyuguhkan kebaikan kepada umat.
Dia telah berbuat sesuatu agar dijadikannya contoh bagi wanita muslimah lainnya, yaitu kerelaan dan tekadnya yang kuat untuk membela dan mempertahankan agama Allah dan mengangkat panji Islam sampai agama Allah tegak di muka bumi.
Kisah Rela Berkorban untuk Saudara Seiman
Setelah perang selesai dan dimenangkan oleh pasukan kaum muslimin, di medan Yarmuk tergeletak beberapa pejuang Islam, sahabat Rasulullah saw dengan badan penuh luka. Mereka adalah Ikrimah bin Abi Jahal, disekujur tubuhnya tidak kurang ada 70 luka, Al Harits bin Hisyam (paman Ikrimah) dan Ayyasy bin Abi Rabi’ah, dalam riwayat lain Suhail bin ‘Amru.
Saat ketiganya sedang letih, lemah, dan kehausan serta dalam keadaan kritis, datanglah seorang yang mau memberikan air kepada salah seorang diantara mereka yang sedang kepayahan.
Ketika air akan diberikan kepada Al Harits dan hendak diminumnya, dia melihat Ikrimah yang sedang kehausan dan sangat membutuhkan, maka dia berkata, “Bawa air ini kepadanya !”.
Air beralih ke Ikrimah putra Abu Jahal, ketika dia hendak meneguknya, dilihatnya Ayyasy menatapnya dengan pandangan ingin minum, maka dia berkata, “Berikan ini kepadanya !”.
Air beralih lagi kepada Ayyasy, belum sempat air diminum, dia sudah keburu syahid. Maka orang yang membawa air bergegas kembali kepada kedua orang yang membutuhkan air minum, akan tetapi ketika ditemui keduanya juga sudah syahid.
Dalam riwayat yang lain pula ditambahkan: “Sebenarnya Ikrimah bermaksud untuk meminum air tersebut, akan tetapi pada waktu ia akan meminumnya, ia melihat ke arah Suhail dan Suhail pun melihat ke arahnya pula, maka Ikrimah berkata: “Berikanlah saja air minum ini kepadanya, barangkali ia lebih memerlukannya daripadaku.” Suhail pula melihat kepada Haris, begitu juga Haris melihat kepadanya. Akhirnya Suhail berkata: “Berikanlah air minum ini kepada siapa saja, barangkali sahabat-sahabatku itu lebih memerlukannya daripadaku.” Begitulah keadaan mereka, sehingga air tersebut tidak seorangpun di antara mereka yang dapat meminumnya, sehingga mati syahid semuanya. Semoga Allah melimpahkan kurnia dan rahmat-Nya kepada mereka bertiga.
Gugurnya Ikrimah bin Abu Jahal
Yarmuk, salah satu daerah di negeri Syam menceritakan bagaimana singa-singa Allah Subhanahu wa Ta’ala menerkam musuh-musuh mereka. Kekuatan dan perlengkapan musuh yang begitu dahsyat, ternyata tidak meluluhkan tekad mereka; menang atau mati syahid.
Ketika ‘Ikrimah sudah bersiap menembus pasukan musuh, Khalid bin Al-Walid saudara sepupunya berkata: “Jangan lakukan. Kematianmu sangat merugikan kaum muslimin.” Kata ‘Ikrimah: “Biarlah, hai Khalid, karena kau telah pernah ikut bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apalagi ayahku sangat hebat memusuhi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
‘Ikrimah menerobos ke tengah-tengah pasukan musuh yang berjumlah puluhan ribu orang bersama beberapa ratus prajurit muslim lainnya.
Diceritakan, bahwa dia pernah berkata ketika perang Yarmuk: “Aku dahulu memerangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di setiap medan pertempuran. Hari ini, apakah aku akan lari dari kalian (yakni pasukan lawan, red.)?” Lalu dia berseru: “Siapa yang mau berbai’at untuk mati?” Maka berbai’atlah Al-Harits bin Hisyam, Dhirar bin Al-Azwar bersama empat ratus prajurit muslim lainnya.
Mereka pun maju menggempur musuh di depan kemah Khalid sampai satu demi satu mereka jatuh berguguran sebagai kembang syuhada.
Kata Az-Zuhri: “Waktu itu, ‘Ikrimah adalah orang yang paling hebat ujiannya. Luka sudah memenuhi wajah dan dadanya sampai ada yang mengatakan kepadanya: ‘Bertakwalah engkau kepada Allah, kasihanilah dirimu’.”
Tapi ‘Ikrimah menukas: “Dahulu aku berjihad dengan diriku demi Latta dan ‘Uzza, bahkan aku serahkan jiwaku untuk mereka. Lantas, sekarang, apakah harus aku biarkan jiwaku ini tetap utuh karena (membela) Allah dan Rasul-Nya? Tidak. Demi Allah, selamanya tidak.”
Maka, hal itu tidaklah menambahi apapun selain beliau semakin berani menyerang hingga gugur sebagai syahid. Pada waktu Ikrimah gugur, ternyata di tubuhnya terdapat lebih kurang tujuh puluh luka bekas tikaman pedang, tombak dan anak panah. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhai ‘Ikrimah.
Setelah Peperangan
Umar kemudian memecat Khalid, dan mengangkat Abu Ubaidah sebagai Panglima Besar pengganti. Umar khawatir, umat Islam akan sangat mendewakan Khalid. Hal demikian bertentangan prinsip Islam. Khalid ikhlas menerima keputusan itu. “saya berjihad bukan karena Umar,” katanya. Ia terus membantu Abu Ubaidah di medan tempur. Kota Damaskus berhasil dikuasai. Dengan menggunakan “tangga manusia”, pasukan Khalid berhasil menembus benteng Aleppo. Kaisar Heraklius dengan sedih terpaksa mundur ke Konstantinopel, meninggalkan seluruh wilayah Syria yang telah lima abad dikuasai Romawi.
Penguasa Yerusalem juga menyerah. Namun mereka hanya akan menyerahkan kota itu pada pemimpin tertinggi Islam. Maka Umar pun berangkat ke Yerusalem. Ia menolak dikawal pasukan. Jadilah pemandangan ganjil itu. Pemuka Yerusalem menyambut dengan upacara kebesaran. Pasukan Islam juga tampil mentereng. Setelah menaklukkan Syria, mereka kini hidup makmur.Lalu Umar dengan bajunya yang sangat sederhana datang menunggang unta merah. Ia hanya disertai seorang pembantu. Mereka membawa sendiri kantung makanan serta air.
Kesederhanaan Umar itu mengundang simpati orang-orang non Muslim. Apalagi kaum GerejaSyria dan Gereja Kopti-Mesir memang mengharap kedatangan Islam. Semasa kekuasaan Romawi mereka tertindas, karena yang diakui kerajaan hanya Gereja Yunani. Ketika ditawari bersembahyang di gereja Kebaktian, Umar menolaknya dengan mengatakan: “Kalau saya berbuat demikian, kaum Muslimin di masa depan akan melanggar perjanjian ini dengan alasan mengikuti contoh saya.” Syarat-syarat perdamaian yang adil ditawarkan kepada orang Kristen. Sedangkan kepada orang-orang Yahudi, yang membantu orang Muslimin, hak milik mereka dikembalikan tanpa harus membayar pajak apa pun.
Maka, Islam segera menyebar dengan cepat ke arah Memphis (Kairo), Iskandaria hingga Tripoli, di bawah komandoAmr bin Ash dan Zubair, menantu Abu Bakar.











sumber : http://alfanarku.wordpress.com/

Sejarah Bendera Indonesia Merah Putih




Bila kita melihat deretan bendera yang dikibarkan dari berpuluh bangsa di atas tiang, maka terlintas di hati kita bahwa masing-masing warna atau gambar yang terdapat di dalamnya mengandung arti, nilai dan kepribadian tersendiri, sesuai dengan riwayat sejarah bangsa itu masing-masing.

Demikian halnya dengan Sang Merah Putih bagi bangsa Indonesia, warna merah dan putih mempunyai arti yang sangat dalam, sebab kedua warna tersebut tidak begitu saja dipilih dan dibuat secara tiba-tiba, melainkan melalui proses sejarah yang sama lamanya dengan sejarah perkembangan bangsa Indonesia.


1. Menurut sejarah, bangsa Indonesia memesuki wilayah Nusantara ini ketika terjadi perpindahan orang-orang Austronesia sekitar 6000 tahun lalu datang ke Indonesia Timur dan Barat melalui tanah semenanjung dan Philipina. Pada zaman itu manusia mempunyai cara penghormatan atau pemujaan terhadap matahari dan bulan. Matahari dianggap sebagai lambang warna merah dan bulan sebagai lambang warna putih. Zaman itu disebut juga zaman Aditya Candra, Aditya berarti matahari dan candra berarti bulan. Penghormatan dan pemujaan tidak saja di kawasan Nusantara namun juga di seluruh kepulauan Austronesia, di samudera Hindia dan Pasifik.

Sekitar 4000 tahun yang lalu terjadi perpindahan kedua yaitu masuknya orang Indonesia kuno dari Asia Tenggara dan berbaurlah dengan pendatang yang terlebih dahulu masuk ke Nusantara. Perpaduan dan pembauran inilah yang kemudian melahirkan keturunan yang sekarang kita kenal sebagai bangsa Indonesia.

Pada Zaman itu ada kepercayaan yang memuliakan zat hidup atau zat kesaktian bagi setiap makhluk hidup yaitu Getah-Getih. Getah-Getih yang menjjiwai segala apa yang hidup sebagai sumbernya berwarna merah dan putih. Getah tumbuh-tumbuhan berwarna putih dan Getih (bahasa Jawa/Sunda) berarti darah berwarna merah, yaitu zat yang memberikan hidup bagi tumbuh-tumbuhan, manusia dan hewan. Demikian menurut kepercayaan yang terdapat di kepulauan Austronesia dan Asia Tenggara. Dari kepercayaan ini maka warna merah dan putih menjadi warna keagungan, warna pujaan.

2. Pada permulaan tahun Masehi selama dua abad lamanya rakyat di kepulauan Nusantara ini mempunyai kepandaian membuat ukir-ukiran atau pahatan dari kayu, batu dan lain sebagainya, yang kemudian ditambah dengan kepandaian yang mendapat pengaruh dari kebudayaan Dong Song dalam membuat alat-alat dari logam terutama dari perunggu dan besi.

Salah satu hasil yang terkenal ialah pembuatan genderang besar dari perunggu yang disebut nekara dan tersebar hampir di seluruh Nusantara. Di pulau bali genderang ini disekut nekara bulan pajeng yang dalam pura. Pada nekara tersebut diantaranya terdapat lukisan orang menari dengan hiasan bendera dan umbul-umbul dari bulu burung.

Demikian juga di gunung Kidul sebelah selatan Yogyakarta terdapat kuburan berupa waruga (peti mati dari batu) dengan lukisan bendera merah putih berkibar di belakang seorang perwira menunggang kerbau, seperti yang terdapat di kaki gunung Dompu.

Kedua bendera tersebut diperkirakan usianya lebuh tua dari zaman perunggu. Pada petilasan waruga di dalamnya terdapat manik-manik dari tanah berwarna merah dan putih. Pada petilasan tugu di Jawa Barat dari raja Purnawarman yang bertahta di kerajaan Tarumanegara yang waktu itu berkembang agama hindu, terdapat sebuah lukisan yang menceritakan kebesaran raja dengan kalimat-kalimat yang menyebutkan “dwaja” untuk pertama kali dikenal di Nusantara. Adapun arti “dwaja” yang berasal dari bahasa sansekerta ialah tanda, lambang, bendera atau pataka seperti juga halnya umbul-umbul, tunggul dan lain sebagainya yang terdapat di kaki candi Borobudur.

3. Pada abad VII di Nusantara ini terdapat beberapa kerajaan, di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan pulau-pulau lainnya yang pada hakikatnya baru merupakan kerajaan dengan kekuasaan terbatas, satu sama lainnya belum mempunyai kesatuan wilayah. Baru abad VIII terdapat kerajaan yang wilayahnya meliputi seluruh Nusantara yaitu kerajaan Sriwijaya yang berlangsung sampai abad XII.

Salah satu peninggalannya ialah candi Borobudur, dibangun pada tahun 824 M dan pada salah satu dindingnya terdapat tulisan Pataka di atas lukisan tiga orang pengawal membawa bendera merah putih sedang berkibar. Kata dwaja atau pataka sangat lazim dipergunakan dalam kitab Jawa kuno atau kitab Ramayana.

Gambar pataka atau bendera yang terdapat di candi Borobudur, oleh seorang pelukis Jerman dilukiskan dengan warna merah putih. Pada candi Prambanan di Jawa Tengah juga terdapat lukisan Hanoman (kera berbulu putih) terbakar ekornya yang melambangkan warna merah (api). Hal tersebut sebagai peninggalan sejarah di abad X yang telah mengenal warna merah putih.

Prabu Erlangga, digambarkan sedang mengendarai burung besar, yaitu burung Garuda yang juga dikenal sebagai burung merah putih. Demikian juga pada tahun 898 sampai 910 Raja Balitung yang berkuasa untuk pertama kalinya menyebut dirinya dengan gelar Garuda Muka. Maka sejak masa itu warna merah putih maupun lambang Garuda telah mendapat tempat di hati rakyat Indonesia.

4. Kerajaan Singasari yang berdiri setelah kerajaan Kediri dari tahun 1222 sampai 1292, mengalami kemunduran. Raja Jayakatwang dari Kediri saat melakukan pemberontakan melawan kerajaan Singasari di bawah tampuk Raja Kertanegara sudah menggunakan bendera merah putih, tepatnya sekitar tahun 1292. Pada saat itu tentara Singasari sedang dikirim ke Semenanjung Melayu atau Pamelayu.

Jayakatwang mengatur siasat mengirimkan tentaranya dengan mengibarkan panji-panji berwarna merah putih dengan gamelan kea rah selatan Gunung Kawi. Pasukan inilah yang kemudian berhadapan dengan pasukan Singasari, padahal pasukan Singasari yang terbaik dipusatkan untuk menghadang musuh di sekitar Gunung Penanggungan. Kejadian itu tertulis dalam suatu piagam yang dikenal dengan nama Piagam Butak.

Butak adalah nama Gunung tempat ditemukannya piagam tersebut, terletak di sebelah selatan kota Majakerta. Pasukan singasari dipimpin oleh R.Wijaya dan Ardaraja (anak Jayakatwang dan menantu Kertanegara). R.Wijaya memperoleh hadiah sebidang tanah di desa Tarik, 12 km sebelah timur kota Majakerta.

Berkibarlah warna merah putih sebagai bendera pada tahun 1292 dalam Piagam Butak yang kemudian juga dikenal sebagai Piagam Merah Putih, namun masih terdapat salinannya. Pada buku Paraton ditulis tentang runtuhnya Singasari serta mulai dibukanya Kerajaan Majapahit dan pada zaman itu pula terjadinya perpaduan antara Ciwaisme dan Budhisme.

5. Demikian perkembangan selanjutnya pada masa jayanya Majapahit, menunjukkan bahwa putrid Dara Jingga dan Dara Perak yang dibawa oleh tentara Pamelayu juga mengandung unsur warna merah dan putih, (jingga = merah, perak = putih). Tempat Raja Hayam Wuruk bersemayam, pada waktu itu keratonnya disebut juga keraton merah putih, sebab tembok yang melingkari kerajaan itu terdiri dari batu bata warna merah dan lainnya diplester warna putih.

Mpu Prapanca pengarang buku Negarakertagama menceritakan tentang digunakannya warna merah putih pada upacara kebesaran raja Hayam Wuruk. Kereta pembesar-pembesar yang menghadiri pesta, banyak dihiasi warna merah putih, seperti yang dikendarai oleh putri Raja Lasem. Kereta putrid Daha digambari buah Maja warna merah, atas dasar putih, maka dapat disimpulkan bahwa zaman Majapahit warna merah putih sudah merupakan warna yang dianggap mulia dan diagungkan.

Salah satu peninggalan Majapahit ialah sebuah cincin merah putih yang menurut ceritanya sebagai penghubung antara Majapahit dengan Mataram. Sebagai kelanjutan, dalam keraton Solo terdapat panji-panji peniggalan Kyai Ageng Tarub turunan Raja Brawijaya yaitu raja Majapahit terakhir. Panji-panji tersebut berdasar kain putih dan bertuliskan Arab Jawa yang digaris atasnya memakai warna merah. Hasil penyelidikan panitia kepujanggaan Yogyakarta berkesimpulan antara lain nama bendera itu adalah Gula Kelapa, dilihat dari warna merah dan putih. Gula, warna merah, artinya berani, dan kelapa, warna putih, artinya suci.

6. Di Sumatera Barat menurut sebuah Tambo yang telah turun temurun hingga sekarang ini masih sering dikibarkan bendera dengan menggunakan tiga warna. Yaitu hitam mewakili golongan penghulu atau penjaga adat. Kuning mewakili golongan alim ulama’. Sedangkan merah mewakili golongan hulubalang. Ketiga warna itu sebenarnya merupakan peninggalan zaman kerajaan minang pada abad XIV yaitu Raja Adityawarman. Juga di Sulawesi di daerah Bone dan Sopeng dahulu dikenal Waromporang yang berwarna putih yang disertai umbul-umbul berwarna merah di kiri dan kanannya. Bendera tersebut tidak saja berkibar di daratan, tetapi juga di samudera, di atas tiang armada Bugis yang terkenal.

Bagi masyarakat Batak terdapat kebiasaan memakai ulos semacam kain yang khusus ditenun dengan motif tersendiri. Nenek moyang orang batak menganggap ulos sebagai lambang yang akan mendatangkan kesejahteraan jasmani dan rohani serta membawa arti yang khusus bagi yang menggunakannya.

Dalam aliran animisme Batak dikenal kepercayaan monoteisme yang bersifat primitif, bahwa kosmos merupakan kesatuan tritunggal, yaitu Benua Atas (benua ginjang) yang dilambangkan warna merah danputih, Benua Bawah (benua toru) yang dilambangkan warna hitam. Ketiga warna itu banyak kita jumpai pada barang-barang yang suci atau pada hiasan-hiasan rumah adat.

Demikian pula pada ulos terdapat tiga warna dasar yang tiga tadi yaitu warna hitam sebagai warna dasar sedangkan warna merah dan putih sebagai hiasan atau motifnya.

Di beberapa daerah Nusantara ini terdapat kebiasaan yang hampir sama, yaitu kebiasaan memakai selendang sebagai pelengkap pakaian kaum wanita. Ada kalanya pemakaian selendang tersebut ditentukan pemakaiannya pada setiap upacara-upacara, dan sebagian besar dari motif-motifnya memakai warna merah dan putih.

7. Ketika terjadi perang Diponegoro pada tahun 1825-1830, di tengah-tengah pasukan Diponegoro yang beribu-ribu juga terdapat kibaran bendera merah putih, demikian juga di lereng-lereng gunung dan desa-desa yang dikuasai pangeran Diponegoro banyak terlihat kibaran bendera merah putih.

Ibarat gelombang samudera yang tak kunjung reda, perjuangan rakyat Indonesia sejak zaman Sriwijaya, Majapahit, putra-putra Indonesia yang dipimpin oleh Sultan Agung dari Mataram, Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten, Sultan Hasanuddin, Sisingamangaraja. Tuanku Imam Bonjol, Teuku Umar, Pangeran Antasari, Pattimura, Diponegoro dan banyak lagi para putra Indonesia yang berjuang untuk mempertahankan kedaulatan bangsa, sekalipun pihak penjajah dan kekuatan asing lainnya berusaha menindasnya, namun semangat kebangsaan terpadamkan. Hambatan dan rintangan silih berganti, tiada suatu kekuatan pun yang dapat menghambat berkibarnya bendera bangsa Indonesia di bumi Nusantara ini.

Pada abad XX perjuangan rakyat Indonesia makin terarah dan menyadari akan adanya persatuan dan kesatuan perjuangan menentang kekuatan asing, kesadaran berbangsa dan bernegara mulai menyatu dengan timbulnya gerakan kebangsaan Budi Utomo pada tahun 1908 sebagai salah satu tonggak sejarah. Kemudian pada tahun 1922 di Yogyakarta berdiri sebuah perguruan nasional Taman Siswa di bawah pimpinan Suwardi Suryaningrat yang kemudian dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara. Perguruan Taman Siswa pada waktu itu telah mengibarkan bendera merah putih dengan latar dasar warna hijau yang tercantum dalam salah satu lagu antara lain : “dari barat sampai ke timur, pulau-pulau Indonesia, nama kamu sangatlah masyhur dilingkungi merah putih”. Itulah makna bendera yang dikibarkan perguruan Taman Siswa.

Ketika terjadi perang aceh, pejuang-pejuang aceh telah menggunakan bendera perang umbul-umbul dengan warna merah putih, di bagian belakang diaplikasikan gambar pedang, bulan sabit, matahari dan bintang serta beberapa ayat suci Alqur-an.

Para mahasiswa yang teegabung dalam Perhimpunan Indonesia yang berkedudukan di Negara Belanda pada tahun 1922 juga telah mengibarkan bendera merah putih yang ditengahnya bergambar kepala kerbau, pada kulit buku yang berjudul Indonesia Merdeka. Buku ini membawa pengaruh bangkitnya semangat kebangsaan untuk mencapai Indonesia merdeka.

Demikian seterusnya pada tahun 1927 berdiri Partai Nasional Indonesia di bawah pimpinan Ir.Soekarno yang bertujuan mencapai kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Partai tersebut mengibarkan bendera merah putih yang ditengahnya bergambar banteng.

Kongres pemuda pada tahun 1928 merupakan detik yang sangat bersejarah dengan lahirnya “Sumpah Pemuda”. Satu keputusan sejarah yang sangat berani dan tepat, karena kekuatan penjajah pada saat itu selalu menindas segala kegiatan yang bersifat kebangsaan. Sumpah Pemuda tersebut tidak lain adalah tekad untuk bersatu, karena persatuan Indonesia merupakan pendorong ke arah tercapainya kemerdekaan. Semangat persatuan tergambar jelas dalam “Poetoesan Congres Pemoeda-Pemoeda Indonesia” yang berbunyi :

Pertama :

KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA

Kedua :

KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA

Ketiga :

KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJOENDJOENG BAHASA PERSATUAN, BAHASA INDONESIA.

Pada kongres tersebut untuk pertama kalinya digunakan hiasan merah putih tanpa gambar atau tulisan, sebagai warna bendera kebangsaan, dan untuk pertama kalinya pula diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia raya.

Pada saat kongres pemuda berlangsung, suasana merah putih telah berkobar di dada peserta, hal ini dibuktikan dengan panitia kongres menggunakan “kokarde” (semacam tanda panitia) dengan warna merah putih yang di pasang di dada kiri. Demikian juga pada dada anggota padvinder atau pandu yang ikut aktif dalam kongres menggunakan dasi berwarna merah putih.

Perlu disadari bahwa Polisi Belanda (PID) termasuk tokohnya Van Der Plass sangat ketat memperhatikan segala gerak-gerik peserta kongres, sehingga panitia sangat berhati-hati serta membatasi diri demi kelangsungan kongres. Suasana merah putih yang diciptakan para pandu menyebabkan pemerintah penjajah melarang dilangsungkanya pawai pandu, khawatir pawai bisa berubah menjadi semacam penggalangan kekuatan massa.

Pada masa kedudukan jepang di Indonesia, pengibaran bendera merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya dilarang, karena penjajah mengetahui pasti hal tersebut dapat membangkitkan semangat kebangsaan untuk merdeka. Barulah pada tahun 1944 lagu Indonesia Raya dan bendera Merah Putih diizinkan berkibar lagi setelah kedudukan Jepang terdesak. Bahkan pada tahun itu juga dibentuk panitia yang bertugas untuk menyelidiki lagu kebangsaan serta arti dan ukuran bendera merah putih.

Detik-detik yang sangat bersejarah adalah lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Setelah pembacaan teks proklamasi dikibarkanlah untuk pertama kalinya bendera merah putih yang tidak saja sebagai bendera kebangsaan, tetapi juga sebagai bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang kemudian disasahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dalam UUD 1945 pasal 35 dalam siding Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang pertama. Bendera yang berkibar pertama kali di Pegangsaan Timur 56, kemudian kita kenal dengan nama Sang Saka Merah Putih ditetapkan sebagai bendera pusaka.

Pada tanggal 29 September 1950 berkibarlah Sang Merah Putih di depan gedung Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai pengakuan kedaulatan dan kemerdekaan bangsa Indonesia oleh Badan Dunia.

Sang Merah Putih oleh bangsa Indonesia dijadikan bendera kebangsaan dan bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia. Warna merah putih telah ribuan tahun menjadi warna pujaan yang sangat dimuliakan, sesuai dengan kepercayaan yang dianut pada waktu itu dan telah mendarah daging.

Bendera Indonesia ada persamaannya dengan bendera Kerajaan Monako, yaitu sebuah negara kecil di bagian selatan Prancis, namun masih terdapat perbedaannya. Bendera Kerajaan Monako ditengahnya berlambang kerajaan dengan ukuran perbandingan 2,5:3. Sedangkan bendera Indonesia telah ditetapkan dalam PP No. 40 tahun 1958, berukuran yang terbesar dengan perbandingan 2:3 (lebar 2 meter dan panjang 3 meter). Kerajaan Monako menggunakan bendera bukanlah sebagai lambang tertinggi, sebab sebuah negara kerajaan, sedangkan bagi Indonesia bendera Merah Putih mrupakan lambang tertinggi. Kemudian Kerajaan Monako bukan anggota PBB. Ada lagi negara yang menggunakan bendera merah dan putih yaitu Polandia, tetapi letak warnanya berbeda. Bendera Polandia adalah Putih Merah.

Sejak kapan bangsa-bangsa di dunia ini mulai memakai bendera sebagai identitas bangsanya?. Berdasarkan catatan sejarah dapat dikemukakan bahwa awal mula orang menggunakan bendera dimulai dengan memakai lencana atau emblem, kemudian berkembang menjadi tanda untuk kelompok atau satuan dalam bentuk kulit atau kain yang dapat berkibar dan mudah dilihat dari jauh.

Berdasarkan penelitian terhadap fosil-fosil benda kuno ada petunjuk bahwa bangsa Mesir telah menggunakan bendera pada kapal-kapalnya, yaitu sebagai batas dari satu wilayah yang telah dikuasainya dan dicatat sebagai daftar. Demikian juga pada bangsa Cina di zaman kaisar Chou tahun 1122 sebelum Masehi.

Bendera itu terikat pada tongkat dan bagian puncaknya terdapat ukiran atau totem, di bawah totem inilah diikatkan sepotong kain yang merupakan dekorasi. Bentuk semacam itu didapati pada kebudayaan kuno yang terdapat di sekitar Laut Tengah. Hal itu diperkuat juga dengan banyaknya istilah bendera yang terdapat dalam kitab Injil.

Bendera bagi raja tampak sangat jelas, sebab pada puncak tiang terdapat sebuah simbol dari kekuasaan dan penguasaan suatu wilayah takluknya. Ukiran totem yang terdapat pada puncak tongkat atau tiang mempunyai arti magis yang ada hubungannya dengan dewa-dewa. Sifat pokok bendera terbawa sampai sekarang ini.

Pada abad XIX tentara Napoleon I dan II juga menggunakan bendera dengan memakai lambang garuda di puncak tiang. Perlu diingat bahwa tidak semua bendera mempunyai arti dan ada hubungannya dengan religi. Bangsa Punisia dan Yunani menggunakan bendera sangat sederhana yaitu untuk kepentingan perang atau menunjukkan kehadira raja, opsir atau pejabat tinggi negara. Bendera Yunani umumnya terdiri dari sebuah tiang dengan kayu salib atau lintang yang di puncaknya terdapat bulatan. Dikenal juga dengan perkataan vaxillum (kain segi empat yang pinggirnya berwarna ungu, merah atau biru) digantung pada kayu silang di atas tombak atau lembing.

Ada lagi yang dinamakan labarum, ialah kain sutera bersulam benang emas dan biasanya khusus dipakai raja Bangsa Inggris menggunakan bendera sejak abad VIII. Sampai abad pertengahan terdapat bendera yang menarik perhatian yaitu bendera gunfano yang dipakai bangsa Germania, terdiri dari kain bergambar lencana pada ujung tombak dan dari sinilah lahir bendera Perancis yang bernama “Fonfano”.

Bangsa Viking hampir sama dengan itu, tetapi bergambar naga dan burung, dikibarkan sebagai tanda menang atau kalahdalam suatu pertempuran yang sedang berlangsung. Mengenai lambang-lambang yang menyertai bendera banyak juga corak ragamnya, seperti bangsa Rumania pernah memakai lambang burung dari logam, dan Jerman kemudian memakai lambang burung Garuda, bangsa Cina menggunakan bendera yang bersulam gambar ular naga.

Tata cara pengibaran dan pemasangan bendera setengah tiang sebagai tanda berkabung, kibaran bendera putih sebagai tanda menyerah (dalam peperangan) dan sebagai tanda damai, rupanya pada saat itu sudah dikenal. Dan etika ini sampai sekarang masih digunakan oleh beberapa negara di dunia ini.











sumber : http://naqti.blogspot.com/

Kamis, 16 Agustus 2012

Kejadian Disekitar Proklamasi 17 Agustus 1945



Pada tanggal 6 Agustus dengan tidak disangka-sangka jatuhlah bom atom pertama Amerika Serikat atas kota Hirosima dan pada tanggal 9 Agustus jatuh bom atom yang kedua di kota Nagasaki, selanjutnya tanggal 15 Agustus Jepang menyerah tanpa syarat, hal mana diketahui oleh pemuda revolusioner di Jakarta.

Menurut Adam Malik dalam bukunya yang berjudul “Riwayat Proklamasi”, maka pada saat itu di Jakarta terdapat 4 golongan pemuda revolusioner yang bergerak secara tersembunyi, yaitu :
  1. Golongan Sukarni, termasuk antara lain Kusnaeni, Adam Malik, Panduwiguna, Maruto Nitimihardjo dan Armunanto
  2. Golongan Sjahrir, termasuk Soedarsono, Hamdani dan Soepeno
  3. Golongan Pelajar, termasuk Chairul Saleh, Soebadio, Eri Soedewo dan Djohar Nur
  4. Golongan Kaigun, termasuk Mr.Subardjo, Sudiro (Mbah) dan Wikana

Dari empat golongan tadi, terutama golongan Sukarni dan golongan pelajarlah yang bersikap tegas, sedangkan golongan Sjahrir masih agak bimbang dan ragu-ragu serta golongan Kaigun masih sikap “maju-mundur”.
Maka pada tanggal 15 Agustus 1945 keempat golongan tersebut mengadakan rapat gabungan bertempat diruangan belakang gedung Bacteriologis Laboratorium di Pegangsaan Timur, dimulai jam 8 malam dibawah pimpinan Chairul Saleh. Rapat memutuskan, supaya Kemerdekaan harus segera diproklamasikan oleh Bangsa Indonesia sendiri, lepas dari campur tangan bangsa asing. Wikana dan Darwis ditugaskkan untuk menyampaikan putusan itu kepada Soekano/Hatta.

Jam 10 malam utusan diterima Bung Karno di Pegangsaan Timur 56, maka jawaban Bung Karno adalah bahwa penyerahan Jepang itu secara resmi belum diketahuinya, bahwa Kemerdekaan pasti tercapai karena telah dijanjikan Jepang dan segala persiapan sudah selesai. Pada saat itu datanglah Bung Hatta, yang menyatakan sebagai pendapatnya bahwa kita menunggu berita resmi tentang penyerahan Jepang, dan minta pertimbangan dari Gunseikan dan Soomubutyo tentang janji Kemerdekaan dari Jenderal Terauchi.

Jam 11.30 utusan dengan tangan hampa meninggalkan Pegangsaan Timur 56, dan Jam 12 tengah malam memberikan laporannya kepada rapat gabungan yang dilanjutkan di gedung Tjikini 71 (Cikini). Rapat memutuskan supaya Soekarno/Hatta dibawa keluar kota, yang pelaksanaanya ditugaskan kepada Chairul Saleh, Sukarni, Singgih dari Peta, Kunto dan Dr.Muwardi.

Jam 4 pagi Sukarni dan Kunto pergi ke rumah Bung Hatta, yang dibawanya ke rumah Bung Karno, dimana sudah berkumpul Chairul Saleh, asmoro dan Dr.Muwardi. Dengan alasan bahwa semangat rakyat dan pemuda demikian meluapnya sehingga keamanan Bung Karno dan Bung Hatta terancam apabila masih tinggal di Jakarta, maka jam 4.30 pagi dengan dikawal oleh sebuah mobil escorte dari Peta berangkatlah Bung Karno beserta istri dan Guntur dalam satu mobil, dan Bung Hatta, Sukarni dan Kunto dalam mobil kedua menuju Rengasdengklok.

Ternyata bahwa Soekarno/Hatta masih tetap bimbang untuk melakukan Proklamasi karena belum ada berita resmi tentang penyerahan Jepang. Maka diutuslah unto kembali ke Jakarta untuk mendapatkan berita resmi itu. Jam 4 sore tanggal 16 Agustus Kunto tiba kembali di Rengasdengklok dengan membawa Subardjo SH dan Sudiro (Mbah). Mereka menegaskan bahwa benar Jepang sudah menyerah kalah, atas penegasan nama Dwitunggal sanggup melakukan Proklamasi, akan tetapi harus dilakukan di Jakarta. Mula-mula Sukarni keberatan, namun setelah Subardjo SH menjamin keamanan Dwitunggal dirumah Laksamana Muda Maeda di Oranje Boulevard (Jalan Diponegoro), maka jam 10 malam semua berangkat kembali ke Jakarta. Jam 12 tengah malam tiba dirumah Maeda, dimana sudah berkumpul Diah, Semaun Bakri, Sajuti Melik dan Iwa Kusuma Sumatri. Kemudian menyusul juga Chairul Saleh.

Sukarni mengajukan naskah proklamasi yang berbunyi :
“Dengan ini rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Segala badan Pemerintahan yanga ada harus direbut oleh rakyat dari orang-orang asing yang masih mempertahankannya”
Dwitunggal menolak naskah itu, karena dengan redaksi itu Jepang pasti menghantam rakyat habis-habisan. Akhirnya dapat disetujui naskah Proklamasi yang ditanda tangani Soekarno-Hatta pada jam 2 malam di rumah Laksamana Muda Maeda di Jalan Diponegoro dan akan diucapkan oleh Bung Karno pada esok harinya di Pegangsaan Timur 56.
 
Pada tanggal 17 Agustus 1945 telah banyak yang berkumpul dihalaman rumah kediaman Bung Karno dengan Bung Hatta disampingnya mengucapkan Proklamasi Kemerdekaan, diserta dengan pidato singkat sebagai berikut :
“Saudara-saudara sekalian!
Saya telah meminta saudara-saudara hadir disini untuk menyaksikan satu peristiwa maha penting dalam sejarah kita. Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berjuang untuk kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah beratus-ratus tahun.

Gelombangnya aksi kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya dan turunya, tetapi jiwa kita tetap menuju arah cita-cita.
Juga didalam jaman Jepang, usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak berhenti-henti. Didalam jaman Jepang ini, tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada mereka. Tetapi pada hakekatnya, tetap kita menyusun tenaga kita sendiri, tetap kita percaya pada kekuatan sendiri.
Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air didalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri, akan dapat berdiri dengan kekuatannya.

Maka kami, tadi malam telah mengadakan musyawarat dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia, dari seluruh Indonesia. Permusyawaratan itu seia sekata berpendapat, bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.
Saudara-saudara dengan ini kami nyatakan kebulatan tekad itu.
“Demikianlah Saudara-saudara!
Kita sekarang telah merdeka!
Tidak ada satu ikatan yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita!
Mulai saat ini kita menyusun Negara ita! Negara Merdeka!
Negara Republik Indonesia, _ merdeka kekal dan abadi
Insya Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu.
Sumber : Sedjarah Revolusi Nasional Indonesia; Tahapan Revolusi Bersendjata 1945-1950 oleh Drs.Sutanto Tirtoprodjo SH, PEM Books, Jakarta,1966














sumber : dari berbagai sumber

Rabu, 15 Agustus 2012

Tanya Jawab Seputar Hubungan Suami Istri di Bulan Ramadhan

Berikut ini kami ketengahkan beberapa fatwa ulama berkaitan seputar hubungan suami istri di bulan Ramadhan. Semoga bermanfaat.

PERTANYAAN: Apakah boleh bagi orang yang berpuasa menyetubuhi istrinya di malam-malam bulan Ramadhan? Dan apa dalilnya?
JAWABAN:
Ya, hal itu dibolehkan dan dalil untuk hal itu adalah firman Allah Ta’ala:
“Dihalalkan buat kalian pada malam puasa untuk menggauli istri-istri kalian.” (QS. Al-Baqarah: 187)

PERTANYAAN: Apa hukum orang yang bersetubuh dengan istrinya di siang hari bulan Ramadhan dan apakah dibolehkan bagi musafir apabila ia telah berbuka kemudian menyetubuhi istrinya?
JAWABAN:
Bagi orang yang menyetubuhi istrinya di siang hari bulan Ramadhan padahal dia sedang puasa dengan puasa wajib, maka wajib baginya membayar kaffarah, yakni -yang saya maksud- kaffarah adz-dzihar, disertai dengan wajibnya mengqadha serta bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas apa yang dia terjerumus darinya. Adapun jika dia dalam keadaan musafir atau sakit dengan sakit yang membolehkan baginya untuk berbuka, maka tidak ada kaffarah baginya dan tidak mengapa serta wajib baginya mengqadha puasa dari hari yang dia melakukan hubungan badan dengan istrinya tersebut. Karena musafir dan orang yang sakit diperkenankan bagi keduanya berbuka dan melakukan hubungan seks dengan istrinya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Barangsiapa dari kalian sakit atau dalam keadaan safar, maka gantilah di hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 184)
Hukum bagi seorang wanita dalam hal ini sama seperti hukum bagi seorang lelaki, jika puasanya wajib, maka wajib baginya untuk membayar kaffarah disertai dengan qadha dan jika dalam keadaan musafir atau sakit dengan sakit yang memberatkan bila dia berpuasa, maka tidak ada kaffarah baginya.

PERTANYAAN: Apa hukum bagi bagi seorang yang sedang berpuasa makan dan minum atau bersetubuh dengan istrinya dengan perkiraan bahwa matahari telah tenggelam atau waktu fajar belum terbit?
JAWABAN:
Yang benar, baginya qadha dan kaffarah adz-dzihar dari jima’ [1], menurut pendapat jumhur ulama, dalam rangka menutup pintu sikap penggampangan/peremehan dan berhati-hati terhadap puasa.

PERTANYAAN: Apa penyebab turunnya firman Allah Ta’ala:
“Dihalalkan buat kalian pada malam puasa untuk menggauli istri-istri kalian.” (QS. Al-Baqarah: 187)
JAWABAN:
Sebab turunnya (asbabun nuzul) ayat yang mulia ini -sebagaimana yang telah dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan selainnya dari hadits Al-Baraa’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu ia berkata: “Dahulu para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam apabila seorang sedang berpuasa, kemudian tiba waktu berbuka, lalu tertidur/sengaja tidur sebelum berbuka tidak makan pada malam hari dan tidak pula pada siang hingga sore harinya. Dan sesungguhnya Qais bin Sharmah Al-Anshari sedang berpuasa, maka ketika tiba waktu berbuka ia mendatangi istrinya dan berkata kepadanya: “Adakah kamu mempunyai makanan?” Ia berkata: “Tidak, aku akan pergi mencarikan untukmu.” Pada hari itu ia bekerja (cukup) keras, sehingga ia pun tertidur kecapaian, lalu datanglah istrinya dan si istri menjumpainya dalam keadaan tidur, seraya berkata: “Kerugian untukmu.” Maka ketika sudah masuk pertengahan siang ia terbangun. Dan disampaikanlah hal itu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian turunlah ayat:
“Dihalalkan buat kalian pada malam puasa untuk menggauli istri-istri kalian ….” [2] (QS. Al-Baqarah: 187)
Maka bergembiralah mereka dengan kegembiraan yang sangat, dan turunlah ayat:
“Dan makan serta minumlah kalian sampai nampak bagi kalian benang putih dari benang hitam.” (QS. Al-Baqarah: 187)
Dan dalam riwayat Al-Bukhari disebutkan: Ketika turun perintah puasa di bulan Ramadhan, mereka tidak mendekati (menggauli -ed.) wanita selama bulan Ramadhan penuh dan para suami mereka mengkhianati diri-diri mereka, lalu Allah turunkan ayat-Nya:
“Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 187)

PERTANYAAN: Seseorang menyetubuhi istrinya, padahal si istri sedang berpuasa apakah batal puasanya?
JAWABAN:
Ya, apabila dia menyetubuhi istrinya dan si istri sedang berpuasa, maka batallah puasanya [3], tanpa ada khilaf -sepengetahuan saya-, kecuali dalam satu keadaan saja yaitu: bila si istri dipaksa untuk melakukan persetubuhan, sesungguhnya apabila si istri dipaksa oleh sang suami untuk melakukan hubungan seksual di siang hari bulan Ramadhan dan ia menyerah dengan pasrah kepada sang suami, maka yang nampak bagiku -wallahu a’lam- bahwasanya si wanita tersebut tidak batal puasanya. Wallahu a’lam.

PERTANYAAN: Apabila seorang suami menyetubuhi istrinya (keduanya sedang berpuasa) tetapi tidak sampai mengeluarkan sperma, apakah mengharuskan keduanya melakukan apa yang dilakukan oleh orang yang bersetubuh sampai selesai?
JAWABAN:
Ya, mengharuskan keduanya melakukan sebagaimana yang harus dilakukan oleh orang yang menggauli (bersetubuh dengan) istrinya sampai selesai, selama al-hasyafah (bagian kepala dzakar laki-laki -pent.) telah terbenam di dalam kemaluan wanita (walaupun keduanya tidak sampai mengeluarkan sperma -pent.), demikianlah pendapat kebanyakan para ulama. Wallahu a’lam.

PERTANYAAN: Apakah wajib bagi seorang wanita membayar kaffarah apabila ia disetubuhi oleh suaminya pada bulan Ramadhan, padahal ia sedang berpuasa?
JAWABAN:
Dalam hal ini terjadi khilaf di antara para ahli ilmu. Sumbernya memandang kepada hadits orang yang melakukan jima’ di bulan Ramadhan -yang telah dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dan selain keduanya dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dan di dalamnya disebutkan: “Ketika kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tiba-tiba datang seseorang dan berkata: “Ya Rasulullah, celaka aku!” Beliau berkata: “Ada apa dengan kamu?” Ia berkata: “Aku menyetubuhi istriku, sedang aku dalam keadaan berpuasa.” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apakah kamu memiliki budak yang bisa kamu merdekakan?” Ia menjawab: “Tidak.” Beliau bersabda: “Apakah kamu mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Ia menjawab: “Tidak.” Beliau bersabda: “Apakah kamu bisa memberi makan enam puluh orang miskin?” Sekali lagi ia menjawab: “Tidak.” Lalu diamlah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan ketika kami masih berada dalam keadaan hening (terdiam), didatangkanlah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebuah keranjang yang berisi kurma. Beliau bersabda: “Mana orang yang bertanya tadi?” Ia berkata: “Saya.” Beliau bersabda: “Ambillah ini dan sedekahkanlah dengannya.” Orang tersebut berkata: “Apakah ada orang yang lebih fakir dariku ya Rasulullah? Demi Allah tidak ada di antara dua kampung ini rumah yang lebih fakir dari rumahku.” Tertawalah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sampai nampak gigi taringnya, kemudian beliau bersabda: “Berikan ini kepada keluargamu.”
Pertama, sebagian ulama dalam memandang hadits ini ada yang memahami, bahwa Nabi memerintahkan kepada orang yang berjima’ itu membayar kaffarah dan secara otomatis si istri terikutsertakan di dalamnya. Pengertiannya, bahwa si istri terkena kewajiban membayar kaffarah juga. Dan ini pendapat jumhur ulama.
Kedua, di antara mereka (para ulama) ada yang mengatakan: Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan sang suami untuk membayar kaffarah dan tidak memerintahkan kepada si wanitanya, dengan alasan ini, maka wanita tidak terkena apa-apa sedikitpun.
Ketiga, dan sebagian dari mereka ada yang mengatakan: Wajib bagi keduanya membayar kaffarah sekali saja, kecuali puasa, keduanya harus melakukannya.
Keempat, di antara mereka ada yang membedakan antara yang dipaksa dan yang suka sama suka (kemauan untuk melakukan hubungan seksual di siang hari bulan Ramadhan tersebut dari kedua belah pihak, yaitu suami dan istri -pent.), maka diharuskan membayar kaffarah baginya dan tidak diwajibkan bagi istri yang melakukan hubungan tersebut karena dipaksa oleh sang suami. Wallahu a’lam.

PERTANYAAN: Seseorang menyetubuhi istrinya pada waktu terbitnya fajar, akan tetapi ia meyakini, bahwa waktu malam masih ada (belum masuk waktu fajar), kemudian setelah itu nampak bahwa fajar telah terbit, maka apa yang wajib diperbuat oleh orang tersebut?
JAWABAN:
Telah ditanya Asy-Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah tentang pertanyaan ini, lalu beliau menjawab dengan ucapannya:
Segala puji bagi Allah, dalam masalah ini terdapat tiga pendapat ulama:
1. Bahwa wajib baginya untuk mengqadha puasanya dan membayar kaffarah dan pendapat ini yang masyhur di dalam madzhab Ahmad.
2. Baginya wajib mengqadha saja dan ini merupakan pendapat kedua di dalam madzhab Ahmad dan madzhab Abu Hanifah dan Asy-Syafi’i serta Malik.
3. Tidak (wajib) mengqadha dan tidak pula membayar kaffarah dan ini merupakan pendapat segolongan orang salaf, seperti Sa’id bin Jubair, Mujahid, Al-Hasan, Ishaq, Dawud dan teman-temannya dan Al-Khalaf, mereka mengatakan: “Barangsiapa makan dengan keyakinan bahwa waktu fajar belum terbit, kemudian nampak baginya bahwa waktu fajar telah terbit, maka tidak ada qadha baginya.”
Dan pendapat ini adalah pendapat yang paling shahih dan yang paling menyerupai/mendekati dengan Ushul Syari’at serta dalil Al-Kitab dan As-Sunnah dan ini merupakan qiyas Ahmad dan selainnya.
Sesungguhnya Allah telah mengangkat sanksi/siksa atas orang yang lupa dan tersalah, sedangkan dalam hal ini orang tersebut telah tersalah (tidak sengaja -pen.). Sungguh Allah telah membolehkan makan, minum dan berjima’, sampai nampak dengan jelas benang putih dari benang hitam dari waktu fajar. Dan juga disunnahkan untuk mengakhirkan waktu sahur. Orang yang telah melakukan sesuatu sesuai dengan yang telah dianjurkan dan diperbolehkan baginya serta tidak melampaui batas, maka orang yang demikian ini lebih utama untuk mendapakatkan udzur daripada orang yang lupa. Wallahu a’lam.
Ibu Taimiyyah rahimahullah telah menjawab dengan jawaban yang sama atas pertanyaan yang serupa. Dan di dalam jawabannya, beliau berkata: “Orang yang ragu akan terbitnya fajar, dibolehkan baginya makan, minum dan melakukan hubungan seksual secara ittifaq (berdasarkan kesepakatan para ulama) dan tidak ada qadha baginya jika keraguan itu masih berlangsung pada dirinya.”

PERTANYAAN: Bolehkah orang yang sedang berpuasa mencium dan mencumbu [4] istrinya? Apa dalil atas perkara tersebut?
JAWABAN:
Ya, perbuatan itu dibolehkan dan dalil untuk hal tersebut banyak sekali.
Pertama: Hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang telah dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim menyebutkan: “Pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mencium dan mencumbu, sedangkan beliau dalam keadaan puasa.” Ia berkata: “Dan beliau paling bisa menguasai hasratnya daripada kalian.”
Kedua: Di dalam riwayat ‘Aisyah juga di dalam Al-Bukhari: “Sungguh beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mencium sebagian istri-istrinya dan beliau berpuasa, kemudian ia tertawa.” (yang tertawa di sini adalah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha -pent.)
Ketiga: Juga dalam riwayat ‘Aisyah dengan sanad yang shahih di atas syarat Muslim, telah dikeluarkan oleh Abu Dawud: “Dan adalah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menciumku, sedangkan beliau berpuasa dan aku pun berpuasa.”
Keempat: Dan apa yang telah dikeluarkan oleh Muslim dari hadits Ummul Mukminin Hafshah radhiyallahu ‘anha ia berkata: “Pernah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mencium dan beliau sedang berpuasa.”
Kelima: Dan apa yang telah dikeluarkan oleh Al-Bukhari, dari hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menciumnya dan beliau sedang berpuasa.
Keenam: Dan apa yang telah dikeluarkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Abdun bin Humaid dan selain mereka dari hadits Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma bahwa ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata: “Pada suatu hari aku menginginkannya, lalu aku menciumnya, sedang aku dalam keadaan berpuasa, kemudian aku mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan aku katakan: “Hari ini aku telah melakukan suatu perbuatan yang besar.” Beliau berkata: “Apa itu?” Aku berkata: “Aku mencium istriku dan aku sedang berpuasa.” Beliau menjawab: “Bagaimana pendapatmu kalau kamu berkumur dengan air di waktu puasa?” Aku berkata: “Kalau begitu perbuatan itu tidak merusak puasaku.” Beliau menjawab: “Apa yang dirusaknya?!”

PERTANYAAN: Bagaimana keshahihan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhu yang di dalamnya mengatakan: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah menyentuh wajahku sama sekali, selama aku berpuasa.”?
JAWABAN:
Hadits dengan lafadz yang demikian ini adalah hadits mungkar.

PERTANYAAN: Ada orang yang mengatakan, bahwa bolehnya mencium dalam keadaan puasa itu khusus untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saja dan hal ini dilandasi oleh ucapan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha: “… Dan beliau paling bisa menguasai hasratnya daripada kalian.” Adakah di sana yang dapat membantan ucapan ini?
JAWABAN:
Ya, di sana ada yang membantah dengannya ucapan dan ada beberapa masalah dalam hal ini:
Pertama: Apa yang telah dikeluarkan oleh Muslim di dalam Shahih-nya dari hadits ‘Umar bin Abi Salamah radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia telah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Apakah boleh orang yang berpuasa mencium istrinya?” Berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepadanya: “Tanyakan kepada ini, yakni Ummu Salamah, lalu dikabarkan kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan hal itu, ia berkata: “Ya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bukankah Allah telah mengampuni dosamu yang terdahulu dan yang akan datang.” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya: “Ketahuilah, demi Allah, sesungguhnya aku lebih bertaqwa kepada Allah daripada kalian dan lebih takut kepada Allah daripada kalian.
Kedua: Telah ada riwayat dari beberapa sahabat dan tabi’in tentang bolehnya mencium bagi orang yang berpuasa, di antaranya dari Ibnu Mas’ud. Telah shahih riwayat darinya, bahwa ia pernah mencumbu mesra istrinya di pertengahan siang sedangkan dia berpuasa. Dan ada pula riwayat dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa ia ditanya tentang apa yang dihalalkan bagi suami dari istrinya ketika sedang berpuasa, ia menjawab: “Segala sesuatu, kecuali jima’.”
Ketiga: Dan telah shahih dari Sa’ad bin Malik, bahwa ia menggosok-gosok kemaluan istrinya dengan tangannya dan dia sedang berpuasa.
Keempat: Dan telah shahih riwayat dari Ikrimah, Asy-Sya’bi dan Said bin Jubair, bahwa mereka membolehkan bagi orang yang berpuasa untuk mencium istrinya.
Kelima: Bahwa Abu Muhammad bin Hazm rahimahullah telah menjawab dengan hujjah atas ucapan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhu: “Dan beliau paling bisa menguasai hasratnya daripada kalian”: Tidak ada hujjah bagimu di dalam ucapan ‘Aisyah karena ‘Aisyah mengatakan: “Dahulu, apabila salah seorang dari kami (istri-istri Nabi) sedang haid dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ingin mencumbuinya, beliau memerintahkan kepada istrinya untuk memakai kain sarung guna menutupi bagian kemaluannya, kemudian mencumbuinya. Dan ia berkata: “Siapakah dari kalian yang mampu menguasai hasratnya, sebagaimana dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menguasai dan mengendalikan hasrat jima’nya?” Bahwa ucapannya tentang ciuman orang yang sedang berpuasa tersebut menuntut kekhususan baginya. Sedangkan ucapan ‘Aisyah dalam hadits tersebut di atas tentang menggauli wanita yang sedang haid yang mengharuskan adanya kekhususan juga baginya atau bahwasanya itu perkara yang dibenci atau dibolehkan hanya untuk orang yang sudah tua, bukan seorang yang masih muda [5] dan tidaklah mungkin mereka di sini menganggap adanya ijma’ karena Ibnu Abbas dan selainnya tidak menyukai menggauli wanita yang sedang haid secara mutlaq dan demi umurku, sesungguhnya menggauli wanita yang sedang haid sungguh sangat membahayakan, karena sang suami berada di dalam keadaan tanpa melakukan hubungan badan dengan si istri berhari-hari, maka memuncaklah kemauan/hasratnya, adapun orang yang berpuasa pada malam harinya dia dapat menyetubuhi istrinya dan malam yang berikutnya pun akan dapat dilakukan hubungan badan dengan si istri sampai dia bosan dari hubungan badan tersebut …. kemudian beliau rahimahullah menyebutkan riwayat atsar di dalam bab.

PERTANYAAN: Adakah di sana sandaran bagi orang yang berpendapat adanya pembagian antara pemuda dan orang laki-laki yang sudah tua, pemudi dan wanita yang sudah lanjut usia dalam masalah mencium? Apa batasan yang selamat untuk sandaran ini?
JAWABAN:
Ya, mereka mempunyai sandaran dalam hal itu, akan tetapi sandaran mereka lemah. Dan sandaran itu adalah yang telah dikeluarkan oleh Abu Dawud dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa seseorang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang menggauli wanita (istri) bagi orang yang berpuasa, beliau membolehkannya. Lalu datang kepadanya orang yang lainnya dan bertanya tentangnya dan beliau melarangnya. Ternyata yang diberikan keringanan adalah seorang yang sudah tua renta dan yang dilarang oleh beliau seorang pemuda, akan tetapi sanadnya lemah sebagaimana telah dijelaskan dalam penjelasan terdahulu. Kemudian terdapat pula riwayat yang di dalamnya juga terdapat kelemahan.
Dan yang akan membantah atas pemilahan antara pemuda dan orang yang sudah tua renta dalam masalah mencium adalah (riwayat) yang telah dikeluarkan oleh Muslim dari hadits Umar bin Abi Salamah, bahwasanya ia bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Apakah orang yang berpuasa boleh mencium (istrinya -pent.)?” Berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepadanya: “Tanyakan kepada ini, yakni Ummu Salamah, lalu dikabarkan kepadanya, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan hal itu. Ia berkata: “Ya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bukankah Allah telah mengampuni dosamu yang terdahulu dan yang akan datang?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya: “Ketahuilah demi Allah, sesungguhnya aku lebih bertaqwa kepada Allah dari kalian dan lebih takut kepada Allah dari kalian. Dan merupakan perkara yang dimaklumi, bahwa Umar bin Abi Salamah pada masa itu adalah seorang pemuda yang berada pada puncak semangat kepemudaan dan kekuatan.
Dan telah dikeluarkan oleh Malik di dalam Muwatha’ dari Abi An-Nadhr maula ‘Umar bin Ubaidullah, bahwa ‘Aisyah binti Thalhah telah mengabarkan kepadanya, bahwasanya ia pernah berada di tempatnya ‘Aisyah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu masuklah suaminya, Abdullah bin Abdurrahman bin Abi Bakar Ash-Shiddiq, ketika itu dan dia sedang berpuasa. Berkata ‘Aisyah kepadanya: “Apa yang mencegahmu untuk mendekati istrimu, sehingga kamu dapat mencium dan mencumbuinya/bersenang-senang dengannya?” Ia berkata: “Menciumnya, sedang aku dalam keadaan puasa?” ‘Aisyah berkata: “Ya.”
Merupakan perkara yang dimaklumi, bahwa ‘Aisyah binti Thalhah adalah wanita yang paling cantik di jamannya dan ia serta suaminya masih muda belia.
Dan juga, bahwa Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhu, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat berumur 18 tahun dan wanita yang berada di dalam umur sekian ini adalah seorang wanita yang dikategorikan muda belia dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu menciumnya, sedangkan dia (‘Aisyah) wanita yang muda belia. Wallahu ta’ala a’lam.

PERTANYAAN: Apabila seorang suami mencium istrinya yang sedang berpuasa, lalu si istri atau si suami mengeluarkan madzi, apakah ada yang harus dilakukan oleh salah satunya?
JAWABAN:
Apabila seorang suami mencium istrinya yang sedang berpuasa, lalu keluar madzi, maka tidaklah mengapa, karena tidak ada dalil yang mengharuskan untuk berbuat sesuatu. Wallahu a’lam.

PERTANYAAN: Apabila seseorang mencium istrinya atau mencumbunya (yang selain jima’) atau si istri ditindihnya/didekapnya, sehingga dia mengeluarkan sperma (air mani) sedang si istri puasa, apakah batal puasanya?
JAWABAN:
Sebagaimana yang telah lalu, bahwa boleh bagi seorang lelaki untuk mencium dan menggauli istri (kecuali jima’/hubungan badan) padahal si istri sedang berpuasa. Akan tetapi tidak diperkenankan bagi si suami dan istri mengeluar sperma dengan sengaja, hal ini karena dua perkara:
Pertama: Firman Allah Tabaraka wa Ta’ala di dalam hadits qudsi tentang orang yang berpuasa: “Meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karena Aku.” Perkara yang dimaklumi, bahwa orang yang sengaja mengeluarkan sperma (air mani), berarti tidak meninggalkan syahwatnya, bahkan telah menyalurkan syahwat dan menyempurnakannya.
Kedua: Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada ‘Umar tentang urusan mencium: “Bagaimana menurutmu andai kamu berkumur.” Maka mencium itu perkara yang dibolehkan, sebagaimana dibolehkannya berkumur, akan tetapi barangsiapa sengaja menelan air yang untuk berkumur ke dalam kerongkongannya, maka dengan itu ia telah batal puasanya. Demikian pula orang yang sengaja mengeluarkan sperma, berarti ia telah berbuka. Wallahu a’lam. Kemudian tidak ada riwayat yang sampai kepada kami, bahwa sahabat -semoga Allah meridhai mereka semua- sengaja mengeluarkan sperma padahal ia berpuasa di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan ditetapkannya oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam permasalahan itu.
Ketiga: Adapun jika dia tidak sengaja, lalu spermanya keluar, maka kedudukannya seperti orang yang berkumur kemudian dengan tidak sengaja air yang ada di dalam mulutnya tertelan, sehingga air masuk ke dalam rongga tenggorokannya, dengan perasaan tidak senang akan hal itu. Untuk hal yang terakhir ini (yakni berkumur) dihukumi dengan tidak dipermasalahkan, maka untuk hal yang pertama (keluarnya sperma dengan tidak disengaja) juga tidaklah mengapa. Dan untuk wanita, dalam hal ini seperti kaum lelaki, sesuai dengan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Para wanita itu merupakan saudara laki-laki.”

PERTANYAAN: Seandainya ada seorang wanita yang melakukan hal sebagaimana yang dilakukan oleh wanita-wanita jalang, yakni perbuatan memainkan dengan dirinya sendiri, lalu keluar spermanya [6], padahal ia sedang berpuasa, apakah dengan ini batal puasanya? Wajibkah baginya membayar kaffarah tertentu? Dan apa itu?
JAWABAN:
Satu kelompok dari kalangan ahli ilmu berpendapat, bahwa wanita itu telah berbuka (batal puasanya) sesuai dengan hadits qudsi: “Meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karena Aku.” Dan ini adalah pendapat jumhur ulama. Namun di sana ada orang yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan syahwat adalah syahwat jima’. Dengan didasari pendapat ini, maka perbuatan tersebut tidak membatalkan puasa. Wallahu a’lam.
Adapun untuk kaffarah, maka tidak aku ketahui bahwa baginya ada kaffarah tertentu. Tidaklah dibolehkan menyejajarkan perbuatan tersebut dengan perbuatan orang yang melakukan jima’ dan ini dinilai sangatlah jauh (berbeda). Wallahu a’lam.
Catatan kaki:
[1] Kaffarah adz-dzihar dari jima’ adalah penghapus dosa orang yang menyatakan kepada istrinya, kamu seperti punggung ibuku (berarti orang tersebut mengharamkan dirinya untuk menggauli istrinya) tentang hukum orang yang melakukan perbuatan ini dapat dilihat di dalam Al-Qur’an surat Al-Mujadilah ayat 1-4 (-pent).
[2] Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Ini merupakan keringanan dari Allah Ta’ala untuk kaum muslimin dan mengangkat hal yang dulu di awal permulaan Islam, bahwasanya apabila salah seorang dari mereka telah berbuka, dihalalkan baginya makan dan minum serta jima’ sampai batas waktu shalat Isya’, atau tidur sebelum itu, maka kapanpun ia tidur atau menegakkan shalat Isya’ diharamkan baginya makan dan minum serta jima’ hingga malam berikutnya, untuk itu mereka menjumpai keberatan yang besar dan “ar-rats” bermakna jima’ (bersetubuh).
Aku (Mustafa) berkata: Ayat ini diturunkan dalam rangka memberi keringanan bagi mereka dalam mendatangi istri-istri mereka sepanjang malam sampai batas waktu terbitnya fajar. Wallahu a’lam.
[3] Dan ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala di dalam hadits qudsi: “Dia meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karena Aku ….” Dan orang ini tidak meninggalkan syahwatnya. Wallahu a’lam.
[4] Maksud mencumbu di sini hanya sekedar bercumbu mesra dengan melakukan ciuman, pelukan dan lain-lain, selain hubungan badan (jima’). Sebab jima’ adalah termasuk hal yang membatalkan puasa tanpa ada khilaf padanya -pent.
[5] Keterangan di atas menjelaskan, bahwa dalil yang digunakan oleh orang yang mengkhususkan ciuman di waktu sedang berpuasa hanya untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan dalil yang dibawakan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang menyatakan: “Siapakah yang paling bisa menahan hasratnya dari kalian.” Padahal hadits ini dalam kaitan dengan cumbuan Nabi dengan istrinya ketika istrinya sedang haid, sebagaimana dalam riwayat, beliau memerintahkan kepada istrinya untuk menutupi kemaluannya dengan sarung apabila si istri sedang haid, lalu setelah itu beliau mencumbuinya. Barulah setelah itu ucapan ‘Aisyah: “Siapakah yang paling bisa ….” Kalau memang ada kekhususan bagi orang yang berpuasa, maka menggauli wanita yang sedang haid tentunya ada kekhususannya pula, jika demikian keadaannya, karena menggauli wanita yang sedang haid itu lebih berbahaya daripada menggauli wanita dalam keadaan berpuasa. Mengapa? Karena ketika wanita sedang haid, sang suami akan menunggu berhari-hari tanpa jima’/hubungan badan dengannya, sehingga syahwatnya benar-benar (akan) memuncak yang dikhawatirkan sulit untuk dikendalikan. Adapun bagi orang yang berpuasa tidaklah demikian, emosi syahwatnya lebih bisa dikendalikan karena pada waktu malam mereka bisa menggauli istri-istrinya (-pent.).
[6] Maksud pertanyaan di atas adalah tentang bagaimana hukum seorang wanita yang sedang berpuasa melakukan masturbasi (yaitu mempermainkan alat kelaminnya dengan tangan atau lainnya sampai mengeluarkan sperma), sedangkan untuk kaum lelaki perbuatan itu disebut onani. Kedua perbuatan tersebut (masturbasi dan onani) sesuai dengan pendapat kebanyakan para ulama diharamkan, lebih-lebih bila dilakukan di bulan Ramadhan (-pent.).
Sumber: Tuntunan Ibadah Ramadhan & Hari Raya oleh Syaikh Bin Baz, Syaikh Bin Utsaimin, Syaikh ‘Ali Hasan, Syaikh Salim al-Hilaly dan Syaikh bin Jibrin (penerjemah/penyusun: Hannan Hoesin Bahannan dkk), penerbit: Maktabah Salafy Press, Tegal. Cet. Pertana, Rajab 1423 H / September 2002 M. Hal. 183, 186-202.
* * *

Memaksa Isteri untuk Tidak Berpuasa dengan Cara Mencampurinya
Pertanyaan ke-333: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: Jika seorang pria mencampuri istrinya di siang hari pada bulan Ramadhan, yang mana hal itu dilakukan karena dipaksa suaminya. Perlu diketahui, bahwa kedua orang itu tidak sanggup memerdekakan budak dan tidak mampu berpuasa selama dua bulan berturut-turut karena kesibukan keduanya dalam mencari nafkah, apakah tebusannya cukup dengan memberi makan kepada orang miskin dan berapa ukurannya serta apa jenisnya?
Jawaban:
Jika seorang pria memaksa istrinya untuk bersenggama saat keduanya berpuasa, maka puasa sang istri sah dan tidak dikenakan kaffarah (tebusan) baginya, namun sang suami dikenakan kaffarah karena persetubuhan yang ia lakukan itu jika dilakukan pada siang hari di bulan Ramadhan. Kaffarahnya adalah memerdekakan seorang hamba sahaya, jika ia tidak menemukan hamba sahaya maka hendaknya ia berpuasa selama dua bulan berturut-turut, jika ia tidak sanggup maka hendaknya ia memberi makan orang miskin sebanyak enam puluh orang berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang telah disebutkan dalam Ash-Shahihain, dan bagi sang suami harus mengqadha puasanya. (Fatawa Ash-Shiyam, hal. 80-81)

Seorang Pria Musafir Tiba di Rumahnya Pada Siang Hari Ramadhan Lalu Ingin Menggauli Istrinya
Pertanyaan ke-335: Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya: Seorang pria melakukan perjalanan pendek, perjalanan itu dilakukan di bulan Ramadhan, maka ia pun tidak berpuasa. Ketika ia tiba di rumahnya pada siang hari Ramadhan, ia ingin menggauli istrinya dengan atau tanpa ridha istrinya, bagaimana hukum perbuatan suaminya itu dan bagaimana hukum istrinya jika melayani suaminya dengan ridha atau dengan paksaan?
Jawaban:
Mengenai suaminya, sebagaimana yang anda dengar bahwa ia adalah seorang musafir yang tidak berpuasa lalu kembali ke kampungnya dalam keadaan tidak berpuasa. Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat di antara ulama. Ada yang berpendapat: Bahwa seorang musafir jika ia telah sampai di kampung halamannya dalam keadaan tidak berpuasa maka ia harus imsak (menahan dari yang membatalkan) sebagai penghormatan terhadap hari itu, walaupun puasanya itu tidak dihitung karena ia diharuskan mengqadha puasa pada hari itu. Sebagian ulama lainnya berpendapat: Bahwa seorang musafir jika telah sampai di kampung halamannya dalam keadaan tidak berpuasa, maka tidak diharuskan baginya untuk berpuasa dan boleh baginya untuk makan pada sisa hari itu.
Kedua pendapat ini diriwayatkan dari Imam Ahmad, pendapat yang paling benar di antara kedua pendapat ini adalah tidak diwajibkan baginya untuk berpuasa pada sisa hari itu, karena jika ia berpuasa pada sisa hari itu maka puasanya tidak mendatangkan faedah apa pun, karena waktu tersebut bagi musafir itu bukan waktu yang harus dihormati, sebab pada hari itu dibolehkan baginya untuk makan dan minum sejak permulaan hari, sedangkan puasa sebagaimana yang telah kita ketahui, adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.
Karena itu, diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata: “Barangsiapa yang makan di permulaan hari maka hendaknya ia makan di akhir hari, karena siang hari baginya tidak terhormat (karena tidak berpuasa).” Berdasarkan ungkapan ini maka musafir yang sampai ke tempatnya dalam keadaan tidak berpuasa dibolehkan baginya untuk makan dan minum pada sisa hari itu.
Adapun bersetubuh, tidak boleh baginya menyetubuhi istrinya yang sedang menjalankan puasa fardhu, karena hal itu akan merusak puasanya. Jika sang suami memaksanya dan menyetubuhinya, maka tidak ada kaffarah pada sang istri, dan tidak ada pula kaffarah bagi suaminya karena tidak diwajibkan baginya berpuasa sebab ia tiba di kampung halamannya dalam keadaan sedang tidak berpuasa. (Durus wa Fatawa Al-Haram Al-Makki, Syaikh Ibnu Utsaimin, 3/85)

Menggauli Istri Pada Siang Hari Ramadhan Tiga Hari Berturut-turut
Pertanyaan ke-339: Syaikh Shalih Al-Fauzan ditanya: Seorang pria menggauli istrinya pada siang hari Ramadhan selama tiga hari berturut-turut, apa yang harus ia lakukan?
Jawaban:
Jika seorang yang berpuasa bersetubuh saat berpuasa, maka ia telah melakukan dosa yang besar, wajib baginya untuk bertaubat kepada Allah dari dosa yang ia lakukan itu dan mengqadha puasanya itu. Di samping itu wajib baginya untuk melaksanakan kaffarah (memenuhi tebusan), yaitu memerdekakan hamba sahaya, jika tidak bisa maka ia harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut, jika tidak sanggup maka ia harus memberi makan kepada enam puluh orang miskin, setiap orang miskin mendapatkan setengah sha’ makanan pokok. Kaffarah itu dilakukan sesuai dengan jumlah hari yang ia gunakan untuk bersetubuh yaitu setiap hari satu kaffarah tersendiri. Wallahu a’lam. (Kitab Al-Muntaqa min Fatawa Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, 1/116)
Faedah: Syaikh Ibnu Utsaimin telah menerangkan dalam salah satu fatwanya: …, yaitu jika orang ini tidak mampu memerdekakan budak, tidak mampu berpuasa selama dua bulan berturut-turut dan tidak mampu memberi makan enam puluh orang miskin, maka kewajiban kaffarah itu hilang karena Allah tidak akan memberi beban kepada seseorang kecuali sesuai kemampuannya, sebab tidak ada kewajiban jika disertai ketidakmampuan. (Durus wa Fatwa Al-Haram Al-Makki, Syaikh Ibnu Utsaimin, 3/46-47)
Sumber: Fatwa-fatwa tentang Wanita jilid 1, penyusun: Amin bin Yahya Al-Wazan, penerjemah: Amir Hamzah Fakhruddin, penerbit: Darul Haq, cet. III, Syawal 1423 H/ Januari 2003 M.
* * *

Seorang Pemuda yang Menjima’i Istrinya Pada Bulan Ramadhan
Pertanyaan: Fadhilah Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu ditanya: Saya seorang pemuda, saya menjima’i istri saya di siang bulan Ramadhan, apakah ada kewajiban bagi saya membeli kurma untuk saya sedekahkan?
Jawaban:
Apabila dia seorang pemuda dan mampu, maka berpuasa dua bulan berturut-turut. Kita memohon kepada Allah semoga membanttnya melakukan hal itu. Seorang laki-laki, apabila berkeinginan kuat untuk melakukan sesuatu akan menjadi ringan. Adapun apabila dirinya dihinggapi oleh rasa malas dan berat, maka perkara tersebut akan sulit baginya. Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan di dunia ini beberapa perkara yang apabila kita lakukan akan gugur dari kita azab akhirat.
Saya katakan kepada saudara, puasalah dua bulan berturut-turut! Apabila waktu sedang panas dan siang lebih panjang, maka ada keringanan bagimu untuk mengakhirkannya hingga musim dingin. Dan istri seperti suani, apabila dia melayaninya dengan senang hati. Namun apabila dia dipaksa dan tidak mampu untuk melepaskan diri, maka puasanya sempurna dan tidak ada kaffarah baginya dan tidak pula mengqadha. (Durus wa Fatawa Al-Haram Al-Makki, Syaikh Ibnu Utsaimin, 3/60)
Faedah: Setelah menyebutkan hadits tentang kaffarah jima’ di siang hari bulan Ramadhan, Syaikh Ibnu Utsaimin menerangkan: Hadits ini sebagai dalil wajibnya membayar kaffarah bagi orang yang melakukan jima’ di siang bulan Ramadhan dalam keadaan dia wajib berpuasa. Dan kaffarah ini dengan urutan bukan sesuai dengan pilihan. Pertama membebaskan budak, apabila tidak mendapatkannya maka dengan berpuasa dua bulan secara berturut-turut, tidak berbuka antara puasa tersebut kecuali dengan udzur syar’i. Seperti safar atau sakit pada sela-sela dua bulan tersebut, maka tidak halal baginya untuk melakukannya berturut-turut.
Apabila dia berbuka pada sela-sela waktu dua bulan tersebut tanpa adanya udzur yang syar’i, maka dia harus mengulanginya dari awal, meskipun tidak tersisa kecuali tinggal satu hari saja. Apabila dia tidak mampu, yaitu tingkatan yang kedua, maka dia memberi makan kepada enam puluh orang miskin untuk makan pagi atau malam. Wallahul muwafiq. (Fatawa Manarul Islam)
Sumber: Bingkisan ‘tuk Kedua Mempelai karya Abu ‘Abdirrahman Sayyid bin ‘Abdirrahman Ash-Shubaihi (alih bahasa: Abu Hudzaifah), penerbit: Maktabah Al-Ghuroba’, cet. Kedua, Mei 2009.
* * *

Seseorang menggauli istrinya dalam keadaan dia berpuasa. Apakah boleh baginya untuk memberi makan enam puluh orang miskin untuk membayar kaffarahnya?
Jawab:
Barangsiapa yang menggauli istrinya di siang Ramadhan sedangkan dia wajib berpuasa, ia harus membayar kaffarah, yaitu membebaskan budak. Jika tidak mendapatkannya maka dia berpuasa dua bulan berturut-turut.
Pertanyaannya, bolehkah seseorang (langsung) memberi makan enam puluh orang miskin? Kami katakan, jika seseorang mampu untuk berpuasa ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut. Apabila seseorang telah bertekad melakukan sesuatu, akan menjadi ringan baginya. Adapun jika dia telah membayangkan kemalasan dirinya serta merasa berat untuk melakukan sesuatu, itu akan menjadi susah baginya. Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah menjadikan di dunia ini hal-hal yang kita ketahui dapat membebaskan kita dari hukuman akhirat.
Maka dari itu, kami katakan kepada saudara, berpuasalah dua bulan berturut-turut jika anda tidak mendapatkan budak dan mohon pertolonganlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika saat ini cuaca panas dan siangnya panjang, anda punya kesempatan untuk menundanya hingga musim dingin yang hari-harinya pendek dan cuacanya dingin.
Begitu juga, seorang istri sama dengan suaminya (dalam hal hukumannya, red.) jika dia mengikuti kemauan suami. Tetapi, jika dia dipaksa dan tidak kuasa untuk menghindar, puasanya sempurna dan tidak ada kaffarah atasnya. Ia pun tidak perlu mengqadha hari yang ia berhubungan intim (dengan suaminya) dalam keadaan dipaksa. (Fatwa asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Fatawa Ramadhan, 2/606-607)
Sumber: Majalah Asy Syariah, no. 64/VI/1431 H/2010, hal. 73.











sumber : http://fadhlihsan.wordpress.com/

Paling Sering Dibaca