1. PEMISAHAN LANGIT DAN BUMI
Ayat tentang penciptaan langit adalah sebagaimana berikut:
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit
dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami
pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang
hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (Al Qur’an, 21:30)
Kata “ratq” yang di sini diterjemahkan sebagai “suatu yang padu”
digunakan untuk merujuk pada dua zat berbeda yang membentuk suatu
kesatuan.
Ungkapan “Kami pisahkan antara keduanya” adalah terjemahan kata Arab
“fataqa”, dan bermakna bahwa sesuatu muncul menjadi ada melalui
peristiwa pemisahan atau pemecahan struktur dari “ratq”. Perkecambahan
biji dan munculnya tunas dari dalam tanah adalah salah satu peristiwa
yang diungkapkan dengan menggunakan kata ini.
Marilah kita kaji ayat ini kembali berdasarkan pengetahuan ini. Dalam
ayat tersebut, langit dan bumi adalah subyek dari kata sifat “fatq”.
Keduanya lalu terpisah (“fataqa”) satu sama lain. Menariknya, ketika
mengingat kembali tahap-tahap awal peristiwa Big Bang, kita pahami bahwa
satu titik tunggal berisi seluruh materi di alam semesta.
Dengan kata lain, segala sesuatu, termasuk “langit dan bumi” yang
saat itu belumlah diciptakan, juga terkandung dalam titik tunggal yang
masih berada pada keadaan “ratq” ini.
Titik tunggal ini meledak sangat dahsyat, sehingga menyebabkan
materi-materi yang dikandungnya untuk “fataqa” (terpisah), dan dalam
rangkaian peristiwa tersebut, bangunan dan tatanan keseluruhan alam
semesta terbentuk.
Ketika kita bandingkan penjelasan ayat tersebut dengan berbagai
penemuan ilmiah, akan kita pahami bahwa keduanya benar-benar bersesuaian
satu sama lain. Yang sungguh menarik lagi, penemuan-penemuan ini
belumlah terjadi sebelum abad ke-20.
2. MENGEMBANGNYA ALAM SEMESTA
Dalam Al Qur’an, yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi
masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana
berikut ini:
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” (Al Qur’an, 51:47)
Kata “langit”, sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di
banyak tempat dalam Al Qur’an dengan makna luar angkasa dan alam
semesta. Di sini sekali lagi, kata tersebut digunakan dengan arti ini.
Dengan kata lain, dalam Al Qur’an dikatakan bahwa alam semesta
“mengalami perluasan atau mengembang”. Dan inilah yang kesimpulan yang
dicapai ilmu pengetahuan masa kini.
Hingga awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini
di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan
telah ada sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun, penelitian,
pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi modern,
mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia
terus-menerus “mengembang”.
Pada awal abad ke-20, fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli
kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan
menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang.
Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada
tahun 1929. Ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble,
seorang astronom Amerika, menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi
terus bergerak saling menjauhi. Sebuah alam semesta, di mana segala
sesuatunya terus bergerak menjauhi satu sama lain, berarti bahwa alam
semesta tersebut terus-menerus “mengembang”. Pengamatan yang dilakukan
di tahun-tahun berikutnya memperkokoh fakta bahwa alam semesta terus
mengembang. Kenyataan ini diterangkan dalam Al Qur’an pada saat tak
seorang pun mengetahuinya. Ini dikarenakan Al Qur’an adalah firman
Allah, Sang Pencipta, dan Pengatur keseluruhan alam semesta.
3. LANGIT YANG MENGEMBALIKAN
Ayat ke-11 dari Surat Ath Thaariq dalam Al Qur’an, mengacu pada fungsi “mengembalikan” yang dimiliki langit.
“Demi langit yang mengandung hujan.” (Al Qur’an, 86:11)
Kata yang ditafsirkan sebagai “mengandung hujan” dalam terjemahan Al
Qur’an ini juga bermakna “mengirim kembali” atau “mengembalikan”.
Sebagaimana diketahui, atmosfir yang melingkupi bumi terdiri dari
sejumlah lapisan. Setiap lapisan memiliki peran penting bagi kehidupan.
Penelitian mengungkapkan bahwa lapisan-lapisan ini memiliki fungsi
mengembalikan benda-benda atau sinar yang mereka terima ke ruang angkasa
atau ke arah bawah, yakni ke bumi. Sekarang, marilah kita cermati
sejumlah contoh fungsi “pengembalian” dari lapisan-lapisan yang
mengelilingi bumi tersebut.
Lapisan Troposfir, 13 hingga 15 km di atas permukaan bumi,
memungkinkan uap air yang naik dari permukaan bumi menjadi terkumpul
hingga jenuh dan turun kembali ke bumi sebagai hujan.
Lapisan ozon, pada ketinggian 25 km, memantulkan radiasi berbahaya
dan sinar ultraviolet yang datang dari ruang angkasa dan mengembalikan
keduanya ke ruang angkasa.
Ionosfir, memantulkan kembali pancaran gelombang radio dari bumi ke
berbagai belahan bumi lainnya, persis seperti satelit komunikasi pasif,
sehingga memungkinkan komunikasi tanpa kabel, pemancaran siaran radio
dan televisi pada jarak yang cukup jauh.
Lapisan magnet memantulkan kembali partikel-partikel radioaktif
berbahaya yang dipancarkan Matahari dan bintang-bintang lainnya ke ruang
angkasa sebelum sampai ke Bumi.
Sifat lapisan-lapisan langit yang hanya dapat ditemukan secara ilmiah
di masa kini tersebut, telah dinyatakan berabad-abad lalu dalam Al
Qur’an. Ini sekali lagi membuktikan bahwa Al Qur’an adalah firman Allah.
4. RAHASIA BESI
Besi adalah salah satu unsur yang dinyatakan secara jelas dalam Al
Qur’an. Dalam Surat Al Hadiid, yang berarti “besi”, kita diberitahu
sebagai berikut:
“…Dan Kami turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia ….” (Al Qur’an, 57:25)
Kata “anzalnaa” yang berarti “kami turunkan” khusus digunakan untuk
besi dalam ayat ini, dapat diartikan secara kiasan untuk menjelaskan
bahwa besi diciptakan untuk memberi manfaat bagi manusia. Tapi ketika
kita mempertimbangkan makna harfiah kata ini, yakni “secara bendawi
diturunkan dari langit”, kita akan menyadari bahwa ayat ini memiliki
keajaiban ilmiah yang sangat penting.
Ini dikarenakan penemuan astronomi modern telah mengungkap bahwa
logam besi yang ditemukan di bumi kita berasal dari bintang-bintang
raksasa di angkasa luar.
Logam berat di alam semesta dibuat dan dihasilkan dalam inti
bintang-bintang raksasa. Akan tetapi sistem tata surya kita tidak
memiliki struktur yang cocok untuk menghasilkan besi secara mandiri.
Besi hanya dapat dibuat dan dihasilkan dalam bintang-bintang yang jauh
lebih besar dari matahari, yang suhunya mencapai beberapa ratus juta
derajat. Ketika jumlah besi telah melampaui batas tertentu dalam sebuah
bintang, bintang tersebut tidak mampu lagi menanggungnya, dan akhirnya
meledak melalui peristiwa yang disebut “nova” atau “supernova”. Akibat
dari ledakan ini, meteor-meteor yang mengandung besi bertaburan di
seluruh penjuru alam semesta dan mereka bergerak melalui ruang hampa
hingga mengalami tarikan oleh gaya gravitasi benda angkasa.
Semua ini menunjukkan bahwa logam besi tidak terbentuk di bumi
melainkan kiriman dari bintang-bintang yang meledak di ruang angkasa
melalui meteor-meteor dan “diturunkan ke bumi”, persis seperti
dinyatakan dalam ayat tersebut: Jelaslah bahwa fakta ini tidak dapat
diketahui secara ilmiah pada abad ke-7 ketika Al Qur’an diturunkan.
5.LAPISAN-LAPISAN ATMOSFER
Satu fakta tentang alam semesta sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an adalah bahwa langit terdiri atas tujuh lapis.
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu
dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan
Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al Qur’an, 2:29)
“Kemudian Dia menuju langit, dan langit itu masih merupakan asap.
Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan
pada tiap-tiap langit urusannya.” (Al Qur’an, 41:11-12)
Kata “langit”, yang kerap kali muncul di banyak ayat dalam Al Qur’an,
digunakan untuk mengacu pada “langit” bumi dan juga keseluruhan alam
semesta. Dengan makna kata seperti ini, terlihat bahwa langit bumi atau
atmosfer terdiri dari tujuh lapisan.
Saat ini benar-benar diketahui bahwa atmosfir bumi terdiri atas
lapisan-lapisan yang berbeda yang saling bertumpukan. Lebih dari itu,
persis sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an, atmosfer terdiri atas
tujuh lapisan. Dalam sumber ilmiah, hal tersebut diuraikan sebagai
berikut:
Para ilmuwan menemukan bahwa atmosfer terdiri diri beberapa lapisan.
Lapisan-lapisan tersebut berbeda dalam ciri-ciri fisik, seperti tekanan
dan jenis gasnya. Lapisan atmosfer yang terdekat dengan bumi disebut
TROPOSFER. Ia membentuk sekitar 90% dari keseluruhan massa atmosfer.
Lapisan di atas troposfer disebut STRATOSFER. LAPISAN OZON adalah bagian
dari stratosfer di mana terjadi penyerapan sinar ultraviolet. Lapisan
di atas stratosfer disebut MESOSFER. . TERMOSFER berada di atas
mesosfer. Gas-gas terionisasi membentuk suatu lapisan dalam termosfer
yang disebut IONOSFER. Bagian terluar atmosfer bumi membentang dari
sekitar 480 km hingga 960 km. Bagian ini dinamakan EKSOSFER. .(Carolyn
Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon
Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 319-322)
Jika kita hitung jumlah lapisan yang dinyatakan dalam sumber ilmiah
tersebut, kita ketahui bahwa atmosfer tepat terdiri atas tujuh lapis,
seperti dinyatakan dalam ayat tersebut.
1. Troposfer
2. Stratosfer
3. Ozonosfer
4. Mesosfer
5. Termosfer
6. Ionosfer
7. Eksosfer
Keajaiban penting lain dalam hal ini disebutkan dalam surat
Fushshilat ayat ke-12, “… Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit
urusannya.” Dengan kata lain, Allah dalam ayat ini menyatakan bahwa Dia
memberikan kepada setiap langit tugas atau fungsinya masing-masing.
Sebagaimana dapat dipahami, tiap-tiap lapisan atmosfir ini memiliki
fungsi penting yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia dan seluruh
makhluk hidup lain di Bumi. Setiap lapisan memiliki fungsi khusus, dari
pembentukan hujan hingga perlindungan terhadap radiasi sinar-sinar
berbahaya; dari pemantulan gelombang radio hingga perlindungan terhadap
dampak meteor yang berbahaya.
Salah satu fungsi ini, misalnya, dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagaimana berikut:
Atmosfir bumi memiliki 7 lapisan. Lapisan terendah dinamakan
troposfir. Hujan, salju, dan angin hanya terjadi pada
troposfir.http://muttley.ucdavis.edu/Book/Atmosphere/beginner/layers-01.html
Adalah sebuah keajaiban besar bahwa fakta-fakta ini, yang tak mungkin
ditemukan tanpa teknologi canggih abad ke-20, secara jelas dinyatakan
oleh Al Qur’an 1.400 tahun yang lalu.
6.FUNGSI GUNUNG
Al Qur’an mengarahkan perhatian kita pada fungsi geologis penting dari gunung.
“Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka…” (Al Qur’an, 21:31)
Sebagaimana terlihat, dinyatakan dalam ayat tersebut bahwa gunung-gunung berfungsi mencegah goncangan di permukaan bumi.
Kenyataan ini tidaklah diketahui oleh siapapun di masa ketika Al
Qur’an diturunkan. Nyatanya, hal ini baru saja terungkap sebagai hasil
penemuan geologi modern.
Menurut penemuan ini, gunung-gunung muncul sebagai hasil pergerakan
dan tumbukan dari lempengan-lempengan raksasa yang membentuk kerak bumi.
Ketika dua lempengan bertumbukan, lempengan yang lebih kuat menyelip di
bawah lempengan yang satunya, sementara yang di atas melipat dan
membentuk dataran tinggi dan gunung. Lapisan bawah bergerak di bawah
permukaan dan membentuk perpanjangan yang dalam ke bawah. Ini berarti
gunung mempunyai bagian yang menghujam jauh ke bawah yang tak kalah
besarnya dengan yang tampak di permukaan bumi.
Dalam tulisan ilmiah, struktur gunung digambarkan sebagai berikut:
Pada bagian benua yang lebih tebal, seperti pada jajaran pegunungan,
kerak bumi akan terbenam lebih dalam ke dalam lapisan magma. (General
Science, Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; Allyn and Bacon
Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 305)
Dalam sebuah ayat, peran gunung seperti ini diungkapkan melalui sebuah perumpamaan sebagai “pasak”:
“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?, dan gunung-gunung sebagai pasak?” (Al Qur’an, 78:6-7)
Dengan kata lain, gunung-gunung menggenggam lempengan-lempengan kerak
bumi dengan memanjang ke atas dan ke bawah permukaan bumi pada
titik-titik pertemuan lempengan-lempengan ini. Dengan cara ini, mereka
memancangkan kerak bumi dan mencegahnya dari terombang-ambing di atas
lapisan magma atau di antara lempengan-lempengannya. Singkatnya, kita
dapat menyamakan gunung dengan paku yang menjadikan lembaran-lembaran
kayu tetap menyatu.
Fungsi pemancangan dari gunung dijelaskan dalam tulisan ilmiah dengan istilah “isostasi”. Isostasi bermakna sebagai berikut:
Isostasi: kesetimbangan dalam kerak bumi yang terjaga oleh aliran
materi bebatuan di bawah permukaan akibat tekanan gravitasi. (Webster’s
New Twentieth Century Dictionary, 2. edition “Isostasy”, New York, s.
975)
Peran penting gunung yang ditemukan oleh ilmu geologi modern dan
penelitian gempa, telah dinyatakan dalam Al Qur’an berabad-abad lampau
sebagai suatu bukti Hikmah Maha Agung dalam ciptaan Allah.
“Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka…” (Al Qur’an, 21:31)
7.ANGIN YANG MENGAWINKAN
Dalam sebuah ayat Al Qur’an disebutkan sifat angin yang mengawinkan dan terbentuknya hujan karenanya.
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan dan Kami turunkan
hujan dari langit lalu Kami beri minum kamu dengan air itu dan sekali
kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” (Al Qur’an, 15:22)
Dalam ayat ini ditekankan bahwa fase pertama dalam pembentukan hujan
adalah angin. Hingga awal abad ke 20, satu-satunya hubungan antara angin
dan hujan yang diketahui hanyalah bahwa angin yang menggerakkan awan.
Namun penemuan ilmu meteorologi modern telah menunjukkan peran
“mengawinkan” dari angin dalam pembentukan hujan.
Fungsi mengawinkan dari angin ini terjadi sebagaimana berikut:
Di atas permukaan laut dan samudera, gelembung udara yang tak
terhitung jumlahnya terbentuk akibat pembentukan buih. Pada saat
gelembung-gelembung ini pecah, ribuan partikel kecil dengan diameter
seperseratus milimeter, terlempar ke udara. Partikel-partikel ini, yang
dikenal sebagai aerosol, bercampur dengan debu daratan yang terbawa oleh
angin dan selanjutnya terbawa ke lapisan atas atmosfer. .
Partikel-partikel ini dibawa naik lebih tinggi ke atas oleh angin dan
bertemu dengan uap air di sana. Uap air mengembun di sekitar
partikel-partikel ini dan berubah menjadi butiran-butiran air.
Butiran-butiran air ini mula-mula berkumpul dan membentuk awan dan
kemudian jatuh ke Bumi dalam bentuk hujan.
Sebagaimana terlihat, angin “mengawinkan” uap air yang melayang di
udara dengan partikel-partikel yang di bawanya dari laut dan akhirnya
membantu pembentukan awan hujan.
Apabila angin tidak memiliki sifat ini, butiran-butiran air di
atmosfer bagian atas tidak akan pernah terbentuk dan hujanpun tidak akan
pernah terjadi.
Hal terpenting di sini adalah bahwa peran utama dari angin dalam
pembentukan hujan telah dinyatakan berabad-abad yang lalu dalam sebuah
ayat Al Qur’an, pada saat orang hanya mengetahui sedikit saja tentang
fenomena alam.
8.LAUTAN YANG TIDAK BERCAMPUR SATU SAMA LAIN
Salah satu di antara sekian sifat lautan yang baru-baru ini ditemukan adalah berkaitan dengan ayat Al Qur’an sebagai berikut:
“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu,
antara keduanya ada batas yang tak dapat dilampaui oleh masing-masing.”
(Al Qur’an, 55:19-20)
Sifat lautan yang saling bertemu, akan tetapi tidak bercampur satu
sama lain ini telah ditemukan oleh para ahli kelautan baru-baru ini.
Dikarenakan gaya fisika yang dinamakan “tegangan permukaan”, air dari
laut-laut yang saling bersebelahan tidak menyatu. Akibat adanya
perbedaan masa jenis, tegangan permukaan mencegah lautan dari bercampur
satu sama lain, seolah terdapat dinding tipis yang memisahkan mereka.
(Davis, Richard A., Jr. 1972, Principles of Oceanography, Don Mills,
Ontario, Addison-Wesley Publishing, s. 92-93.)
Sisi menarik dari hal ini adalah bahwa pada masa ketika manusia tidak
memiliki pengetahuan apapun mengenai fisika, tegangan permukaan,
ataupun ilmu kelautan, hal ini dinyatakan dalam Al Qur’an
9.KEGELAPAN DAN GELOMBANG DI DASAR LAUT
“Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh
ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap
gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya,
tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi
cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun.”
(Al Qur’an, 24:40)
Keadaan umum tentang lautan yang dalam dijelaskan dalam buku berjudul Oceans:
Kegelapan dalam lautan dan samudra yang dalam dijumpai pada kedalaman
200 meter atau lebih. Pada kedalaman ini, hampir tidak dijumpai cahaya.
Di bawah kedalaman 1000 meter, tidak terdapat cahaya sama sekali.
(Elder, Danny; and John Pernetta, 1991, Oceans, London, Mitchell Beazley
Publishers, s. 27)
Kini, kita telah mengetahui tentang keadaan umum lautan tersebut,
ciri-ciri makhluk hidup yang ada di dalamnya, kadar garamnya, serta
jumlah air, luas permukaan dan kedalamannya. Kapal selam dan perangkat
khusus yang dikembangkan menggunakan teknologi modern, memungkinkan para
ilmuwan untuk mendapatkan informasi ini.
Manusia tak mampu menyelam pada kedalaman di bawah 40 meter tanpa
bantuan peralatan khusus. Mereka tak mampu bertahan hidup di bagian
samudra yang dalam nan gelap, seperti pada kedalaman 200 meter. Karena
alasan inilah, para ilmuwan hanya baru-baru ini saja mampu menemukan
informasi sangat rinci tersebut tentang kelautan. Namun, pernyataan
“gelap gulita di lautan yang dalam” digunakan dalam surat An Nuur 1400
tahun lalu. Ini sudah pasti salah satu keajaiban Al Qur’an, sebab
infomasi ini dinyatakan di saat belum ada perangkat yang memungkinkan
manusia untuk menyelam di kedalaman samudra.
Selain itu, pernyataan di ayat ke-40 surat An Nuur “Atau seperti
gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di
atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan…” mengarahkan perhatian
kita pada satu keajaiban Al Qur’an yang lain.
Para ilmuwan baru-baru ini menemukan keberadaan gelombang di dasar
lautan, yang “terjadi pada pertemuan antara lapisan-lapisan air laut
yang memiliki kerapatan atau massa jenis yang berbeda.” Gelombang yang
dinamakan gelombang internal ini meliputi wilayah perairan di kedalaman
lautan dan samudra dikarenakan pada kedalaman ini air laut memiliki
massa jenis lebih tinggi dibanding lapisan air di atasnya. Gelombang
internal memiliki sifat seperti gelombang permukaan. Gelombang ini dapat
pecah, persis sebagaimana gelombang permukaan. Gelombang internal tidak
dapat dilihat oleh mata manusia, tapi keberadaannya dapat dikenali
dengan mempelajari suhu atau perubahan kadar garam di tempat-tempat
tertentu. (Gross, M. Grant; 1993, Oceanography, a View of Earth, 6.
edition, Englewood Cliffs, Prentice-Hall Inc., s. 205)
Pernyataan-pernyataan dalam Al Qur’an benar-benar bersesuaian dengan
penjelasan di atas. Tanpa adanya penelitian, seseorang hanya mampu
melihat gelombang di permukaan laut. Mustahil seseorang mampu mengamati
keberadaan gelombang internal di dasar laut. Akan tetapi, dalam surat An
Nuur, Allah mengarahkan perhatian kita pada jenis gelombang yang
terdapat di kedalaman samudra. Sungguh, fakta yang baru saja diketemukan
para ilmuwan ini memperlihatkan sekali lagi bahwa Al Qur’an adalah
kalam Allah.
10.KADAR HUJAN
Fakta lain yang diberikan dalam Al Qur’an mengenai hujan adalah bahwa
hujan diturunkan ke bumi dalam kadar tertentu. Hal ini disebutkan dalam
Surat Az Zukhruf sebagai berikut;
“Dan Yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan)
lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu
akan dikeluarkan (dari dalam kubur).” (Al Qur’an, 43:11)
Kadar dalam hujan ini pun sekali lagi telah ditemukan melalui
penelitian modern. Diperkirakan dalam satu detik, sekitar 16 juta ton
air menguap dari bumi. Angka ini menghasilkan 513 trilyun ton air per
tahun. Angka ini ternyata sama dengan jumlah hujan yang jatuh ke bumi
dalam satu tahun. Hal ini berarti air senantiasa berputar dalam suatu
siklus yang seimbang menurut “ukuran atau kadar” tertentu. Kehidupan di
bumi bergantung pada siklus air ini. Bahkan sekalipun manusia
menggunakan semua teknologi yang ada di dunia ini, mereka tidak akan
mampu membuat siklus seperti ini.
Bahkan satu penyimpangan kecil saja dari jumlah ini akan segera
mengakibatkan ketidakseimbangan ekologi yang mampu mengakhiri kehidupan
di bumi. Namun, hal ini tidak pernah terjadi dan hujan senantiasa turun
setiap tahun dalam jumlah yang benar-benar sama seperti dinyatakan dalam
Al Qur’an.
11.PERGERAKAN GUNUNG
Dalam sebuah ayat, kita diberitahu bahwa gunung-gunung tidaklah diam
sebagaimana yang tampak, akan tetapi mereka terus-menerus bergerak.
“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di
tempatnya, padahal dia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah)
perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu;
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al Qur’an,
27:88)
Gerakan gunung-gunung ini disebabkan oleh gerakan kerak bumi tempat
mereka berada. Kerak bumi ini seperti mengapung di atas lapisan magma
yang lebih rapat. Pada awal abad ke-20, untuk pertama kalinya dalam
sejarah, seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred Wegener mengemukakan
bahwa benua-benua pada permukaan bumi menyatu pada masa-masa awal bumi,
namun kemudian bergeser ke arah yang berbeda-beda sehingga terpisah
ketika mereka bergerak saling menjauhi.
Para ahli geologi memahami kebenaran pernyataan Wegener baru pada
tahun 1980, yakni 50 tahun setelah kematiannya. Sebagaimana pernah
dikemukakan oleh Wegener dalam sebuah tulisan yang terbit tahun 1915,
sekitar 500 juta tahun lalu seluruh tanah daratan yang ada di permukaan
bumi awalnya adalah satu kesatuan yang dinamakan Pangaea. Daratan ini
terletak di kutub selatan.
Sekitar 180 juta tahun lalu, Pangaea terbelah menjadi dua bagian yang
masing-masingnya bergerak ke arah yang berbeda. Salah satu daratan atau
benua raksasa ini adalah Gondwana, yang meliputi Afrika, Australia,
Antartika dan India. Benua raksasa kedua adalah Laurasia, yang terdiri
dari Eropa, Amerika Utara dan Asia, kecuali India. Selama 150 tahun
setelah pemisahan ini, Gondwana dan Laurasia terbagi menjadi
daratan-daratan yang lebih kecil.
Benua-benua yang terbentuk menyusul terbelahnya Pangaea telah
bergerak pada permukaan Bumi secara terus-menerus sejauh beberapa
sentimeter per tahun. Peristiwa ini juga menyebabkan perubahan
perbandingan luas antara wilayah daratan dan lautan di Bumi.
Pergerakan kerak Bumi ini diketemukan setelah penelitian geologi yang
dilakukan di awal abad ke-20. Para ilmuwan menjelaskan peristiwa ini
sebagaimana berikut:
Kerak dan bagian terluar dari magma, dengan ketebalan sekitar 100 km,
terbagi atas lapisan-lapisan yang disebut lempengan. Terdapat enam
lempengan utama, dan beberapa lempengan kecil. Menurut teori yang
disebut lempeng tektonik, lempengan-lempengan ini bergerak pada
permukaan bumi, membawa benua dan dasar lautan bersamanya. Pergerakan
benua telah diukur dan berkecepatan 1 hingga 5 cm per tahun.
Lempengan-lempengan tersebut terus-menerus bergerak, dan menghasilkan
perubahan pada geografi bumi secara perlahan. Setiap tahun, misalnya,
Samudera Atlantic menjadi sedikit lebih lebar. (Carolyn Sheets, Robert
Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton,
Massachusetts, 1985, s. 30)
Ada hal sangat penting yang perlu dikemukakan di sini: dalam ayat
tersebut Allah telah menyebut tentang gerakan gunung sebagaimana
mengapungnya perjalanan awan. (Kini, Ilmuwan modern juga menggunakan
istilah “continental drift” atau “gerakan mengapung dari benua” untuk
gerakan ini. (National Geographic Society, Powers of Nature, Washington
D.C., 1978, s.12-13)
Tidak dipertanyakan lagi, adalah salah satu kejaiban Al Qur’an bahwa
fakta ilmiah ini, yang baru-baru saja ditemukan oleh para ilmuwan, telah
dinyatakan dalam Al Qur’an.
12.PEMBUNGKUSAN TULANG OLEH OTOT
Sisi penting lain tentang informasi yang disebutkan dalam ayat-ayat
Al Qur’an adalah tahap-tahap pembentukan manusia dalam rahim ibu.
Disebutkan dalam ayat tersebut bahwa dalam rahim ibu, mulanya
tulang-tulang terbentuk, dan selanjutnya terbentuklah otot yang
membungkus tulang-tulang ini.
“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal
darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang-belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan
daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka
Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik” (Al Qur’an, 23:14)
Embriologi adalah cabang ilmu yang mempelajari perkembangan embrio
dalam rahim ibu. Hingga akhir-akhir ini, para ahli embriologi
beranggapan bahwa tulang dan otot dalam embrio terbentuk secara
bersamaan.
Karenanya, sejak lama banyak orang yang menyatakan bahwa ayat ini
bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Namun, penelitian canggih dengan
mikroskop yang dilakukan dengan menggunakan perkembangan teknologi baru
telah mengungkap bahwa pernyataan Al Qur’an adalah benar kata demi
katanya.
Penelitian di tingkat mikroskopis ini menunjukkan bahwa perkembangan
dalam rahim ibu terjadi dengan cara persis seperti yang digambarkan
dalam ayat tersebut.
Pertama, jaringan tulang rawan embrio mulai mengeras. Kemudian
sel-sel otot yang terpilih dari jaringan di sekitar tulang-tulang
bergabung dan membungkus tulang-tulang ini.
Peristiwa ini digambarkan dalam sebuah terbitan ilmiah dengan kalimat berikut:
Dalam minggu ketujuh, rangka mulai tersebar ke seluruh tubuh dan
tulang-tulang mencapai bentuknya yang kita kenal.Pada akhir minggu
ketujuh dan selama minggu kedelapan, otot-otot menempati posisinya di
sekeliling bentukan tulang. (Moore, Developing Human, 6. edition,1998.)
Singkatnya, tahap-tahap pembentukan manusia sebagaimana digambarkan
dalam Al Qur’an, benar-benar sesuai dengan penemuan embriologi modern.
13.TIGA TAHAPAN BAYI DALAM RAHIM
Dalam Al Qur’an dipaparkan bahwa manusia diciptakan melalui tiga tahapan dalam rahim ibunya.
“… Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam
tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu,
Tuhan yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
selain Dia; maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?” (Al Qur’an, 39:6)
Sebagaimana yang akan dipahami, dalam ayat ini ditunjukkan bahwa
seorang manusia diciptakan dalam tubuh ibunya dalam tiga tahapan yang
berbeda. Sungguh, biologi modern telah mengungkap bahwa pembentukan
embrio pada bayi terjadi dalam tiga tempat yang berbeda dalam rahim ibu.
Sekarang, di semua buku pelajaran embriologi yang dipakai di berbagai
fakultas kedokteran, hal ini dijadikan sebagai pengetahuan dasar.
Misalnya, dalam buku Basic Human Embryology, sebuah buku referensi utama
dalam bidang embriologi, fakta ini diuraikan sebagai berikut:
“Kehidupan dalam rahim memiliki tiga tahapan: pre-embrionik; dua
setengah minggu pertama, embrionik; sampai akhir minggu ke delapan, dan
janin; dari minggu ke delapan sampai kelahiran.” (Williams P., Basic
Human Embryology, 3. edition, 1984, s. 64.)
Fase-fase ini mengacu pada tahap-tahap yang berbeda dari perkembangan
seorang bayi. Ringkasnya, ciri-ciri tahap perkembangan bayi dalam rahim
adalah sebagaimana berikut:
- Tahap Pre-embrionik
Pada tahap pertama, zigot tumbuh membesar melalui pembelahan sel, dan
terbentuklah segumpalan sel yang kemudian membenamkan diri pada dinding
rahim. Seiring pertumbuhan zigot yang semakin membesar, sel-sel
penyusunnya pun mengatur diri mereka sendiri guna membentuk tiga
lapisan.
- Tahap Embrionik
Tahap kedua ini berlangsung selama lima setengah minggu. Pada masa
ini bayi disebut sebagai “embrio”. Pada tahap ini, organ dan sistem
tubuh bayi mulai terbentuk dari lapisan- lapisan sel tersebut.
- Tahap fetus
Dimulai dari tahap ini dan seterusnya, bayi disebut sebagai “fetus”.
Tahap ini dimulai sejak kehamilan bulan kedelapan dan berakhir hingga
masa kelahiran. Ciri khusus tahapan ini adalah terlihatnya fetus
menyerupai manusia, dengan wajah, kedua tangan dan kakinya. Meskipun
pada awalnya memiliki panjang 3 cm, kesemua organnya telah nampak. Tahap
ini berlangsung selama kurang lebih 30 minggu, dan perkembangan
berlanjut hingga minggu kelahiran.
Informasi mengenai perkembangan yang terjadi dalam rahim ibu, baru
didapatkan setelah serangkaian pengamatan dengan menggunakan peralatan
modern. Namun sebagaimana sejumlah fakta ilmiah lainnya,
informasi-informasi ini disampaikan dalam ayat-ayat Al Qur’an dengan
cara yang ajaib. Fakta bahwa informasi yang sedemikian rinci dan akurat
diberikan dalam Al Qur’an pada saat orang memiliki sedikit sekali
informasi di bidang kedokteran, merupakan bukti nyata bahwa Al Qur’an
bukanlah ucapan manusia tetapi Firman Allah.
14.KEMENANGAN BIZANTIUM
Penggalan berita lain yang disampaikan Al Qur’an tentang peristiwa
masa depan ditemukan dalam ayat pertama Surat Ar Ruum, yang merujuk pada
Kekaisaran Bizantium, wilayah timur Kekaisaran Romawi. Dalam ayat-ayat
ini, disebutkan bahwa Kekaisaran Bizantium telah mengalami kekalahan
besar, tetapi akan segera memperoleh kemenangan.
“Alif, Lam, Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang
terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa
tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka
menang).” (Al Qur’an, 30:1-4)
Ayat-ayat ini diturunkan kira-kira pada tahun 620 Masehi, hampir
tujuh tahun setelah kekalahan hebat Bizantium Kristen di tangan bangsa
Persia, ketika Bizantium kehilangan Yerusalem. Kemudian diriwayatkan
dalam ayat ini bahwa Bizantium dalam waktu dekat menang. Padahal,
Bizantium waktu itu telah menderita kekalahan sedemikian hebat hingga
nampaknya mustahil baginya untuk mempertahankan keberadaannya sekalipun,
apalagi merebut kemenangan kembali. Tidak hanya bangsa Persia, tapi
juga bangsa Avar, Slavia, dan Lombard menjadi ancaman serius bagi
Kekaisaran Bizantium. Bangsa Avar telah datang hingga mencapai dinding
batas Konstantinopel. Kaisar Bizantium, Heraklius, telah memerintahkan
agar emas dan perak yang ada di dalam gereja dilebur dan dijadikan uang
untuk membiayai pasukan perang. Banyak gubernur memberontak melawan
Kaisar Heraklius dan dan Kekaisaran tersebut berada pada titik
keruntuhan. Mesopotamia, Cilicia, Syria, Palestina, Mesir dan Armenia,
yang semula dikuasai oleh Bizantium, diserbu oleh bangsa Persia. (Warren
Treadgold, A History of the Byzantine State and Society, Stanford
University Press, 1997, s. 287-299.)
Pendek kata, setiap orang menyangka Kekaisaran Bizantium akan runtuh.
Tetapi tepat di saat seperti itu, ayat pertama Surat Ar Ruum diturunkan
dan mengumumkan bahwa Bizantium akan mendapatkan kemenangan dalam
beberapa+tahun lagi. Kemenangan ini tampak sedemikian mustahil sehingga
kaum musyrikin Arab menjadikan ayat ini sebagai bahan cemoohan. Mereka
berkeyakinan bahwa kemenangan yang diberitakan Al Qur’an takkan pernah
menjadi kenyataan.
Sekitar tujuh tahun setelah diturunkannya ayat pertama Surat Ar Ruum
tersebut, pada Desember 627 Masehi, perang penentu antara Kekaisaran
Bizantium dan Persia terjadi di Nineveh. Dan kali ini, pasukan Bizantium
secara mengejutkan mengalahkan pasukan Persia. Beberapa bulan kemudian,
bangsa Persia harus membuat perjanjian dengan Bizantium, yang
mewajibkan mereka untuk mengembalikan wilayah yang mereka ambil dari
Bizantium. (Warren Treadgold, A History of the Byzantine State and
Society, Stanford University Press, 1997, s. 287-299.)
Akhirnya, “kemenangan bangsa Romawi” yang diumumkan oleh Allah dalam Al Qur’an, secara ajaib menjadi kenyataan.
Keajaiban lain yang diungkapkan dalam ayat ini adalah pengumuman
tentang fakta geografis yang tak dapat ditemukan oleh seorangpun di masa
itu.
Dalam ayat ketiga Surat Ar Ruum, diberitakan bahwa Romawi telah
dikalahkan di daerah paling rendah di bumi ini. Ungkapan “Adnal Ardli”
dalam bahasa Arab, diartikan sebagai “tempat yang dekat” dalam banyak
terjemahan. Namun ini bukanlah makna harfiah dari kalimat tersebut,
tetapi lebih berupa penafsiran atasnya. Kata “Adna” dalam bahasa Arab
diambil dari kata “Dani”, yang berarti “rendah” dan “Ardl” yang berarti
“bumi”. Karena itu, ungkapan “Adnal Ardli” berarti “tempat paling rendah
di bumi”.
Yang paling menarik, tahap-tahap penting dalam peperangan antara
Kekaisaran Bizantium dan Persia, ketika Bizantium dikalahkan dan
kehilangan Jerusalem, benar-benar terjadi di titik paling rendah di
bumi. Wilayah yang dimaksudkan ini adalah cekungan Laut Mati, yang
terletak di titik pertemuan wilayah yang dimiliki oleh Syria, Palestina,
dan Jordania. “Laut Mati”, terletak 395 meter di bawah permukaan laut,
adalah daerah paling rendah di bumi.
Ini berarti bahwa Bizantium dikalahkan di bagian paling rendah di bumi, persis seperti dikemukakan dalam ayat ini.
Hal paling menarik dalam fakta ini adalah bahwa ketinggian Laut Mati
hanya mampu diukur dengan teknik pengukuran modern. Sebelumnya, mustahil
bagi siapapun untuk mengetahui bahwasannya ini adalah wilayah terendah
di permukaan bumi. Namun, dalam Al Qur’an, daerah ini dinyatakan sebagai
titik paling rendah di atas bumi. Demikianlah, ini memberikan bukti
lagi bahwa Al Qur’an adalah wahyu Ilahi.
Sumber : http://rianputra84.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar