Label

Kamis, 11 Oktober 2012

Ensiklopedia Dosa Besar





Image
al-Kaba`ir

Islam memang telah banyak melahirkan tokoh-tokoh besar, di antaranya ialah Syamsuddin adz-Dzahabi yang dikenal sebagai seoarang sejarawan dan penulis biografi para ulama. Ia lebih dikenal dengan nama adz-Dzahabi, lahir di Damaskus pada tahun 273 H / 1274 M. Hasrat intelektual adz-Dzahabi begitu tinggi sehingga menjadikan dirinya menguasai pelbagai disiplin ilmu pengetahuan keislamanan.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, pada tahun 741 H adz-Dzahabi mengalami kebutaan sehingga memaksanya untuk menghentikan aktifitas menulis. Kemudian beralih mengajar sampai wafat pada tahun 748 H. Banyak karya lahir dari tangannya, di antaranya ialah kitab Tarikh al-Islam, Siyar al-A’lam an-Nubala`, dan kitab al-Kaba`ir. Kitab yang disebut terakhir ini merupakan kumpulan dosa besar atau inseklopedia teologis dosa besar.

Dalam al-Kaba`ir-nya, adz-Dzahabi mendefiniskan bahwa yang disebut dosa besar ialah segala hal yang dilarang Allah yang telah dijelaskan dalam al-Qur`an dan sunnah serta para ulama salaf [H. 7]. Menurutnya, ada tujuh puluh dosa yang dikategorikan sebagai dosa besar. Dosa besar yang menempat posisi pertama ialah syirik, sedang posisi terakhir adalah mencela para sahabat Nabi. Pemaparan tujuh pulu dosa besar menurut hemat saya sangat menarik. Sebab, selama ini yang sering kita dengar dosa besar hanya ada tujuh (as-sab’ al-mubiqat), yaitu syirik, sihir, membunuh orang tanpa alasan yang dapat dibenarkan menurut syara’, memakan harta anak yatim, memakan riba, lari dari medan pertempuran, dan menuduh berzina perempuan-perempuan mu’min.

Untuk mendukung pendapatnya bahwa ada tujuh puluh dosa besar, adz-Dzahabi menyitir pernyataan Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa dosa besar itu ada tujuh puluh, sedang ketujuh dosa besar sebagaimana yang disebutkan di atas hanyalah merupakan ringkasan darinya. [H. 7-8]. Dengan piawinya adz-Dzahabi menyusun tujuh puluh daftar dosa besar, dan yang menariknya lagi hal tersebut didasarkan kepada dalil al-Qur`an, sunnah dan pendapat para ulama salaf.

Daftar tujuh puluh dosa besar dimulai dari dosa yang paling berbahaya, yaitu syirik dan yang terakhir adalah mencela para sahabat Nabi. Dalam kesempatan ini setidaknya akan saya suguhkan tiga dosa besar. yaitu syirik, menolak membayar zakat, serta janji palsu dan kazhaliman penguasa.

Menurut adz-Dzahabi, syirik ada dua macam. Pertama, syirik akbar, yaitu menyembah selain Allah. Syirik menduduki dosa pada level pertama dan sangat berbahaya, pelakunya tidak akan diampuni, dan kekal di dalam neraka. Hal ini sebagaimana ditandaskan Allah di dalam al-Qur`an: “Sesungguhnya Allah tak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa selain syirik” (QS. an-Nisa`: 48), dan di dalam ayat lain dikatakan: “Sesungguhnya orang-orang yang mempersekutukan Allah dengan sesuatu, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka” (QS. al-Ma`idah: 72).

Kedua, syirik ashghar. Yang termasuk dalam ketegori ini ialah riya sebagaimana ditegaskan Allah dalam al-qur`an: “Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhan-nya aka hendaknya ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhan-nya”. (Q.S. al-Kahfi: 110). Begitu juga ditegaskan dalam sunnah: “Menjauhlah kalian dari syirik ashghar. Mereka pun kemudian berntanya kepada Rasulullah: ‘apa syirik ashghar itu?’ , Rasul–pun menjawab: ‘syirik ashghar adalah riya’”. [H. 8-9]. Di sini adz-Dzahabi juga mengutip pandangan Fudhail bin ‘Iyadh yang menyatakan bahwa berbuat sesuatu dengan tujuan untuk dipamerkan kepada orang lain termasuk syirik. [H. 10].

Pertanyaannya, kenapa syirik masuk dalam daftar urut pertama dosa besar? Kalimat persaksian pertama di dalam Islam ialah la ilaha illallah (tiada tuhan selain Allah), dan disalam kalimat tersebut mengandung konsep negasi-afirmasi (an-nafy wa al-itsbat). Dalam konteks ini mendiang Prof. Dr. Nurchalis Majid menyatakan:

“Konsep ‘negasi-afirmasi’ menunjukkan kemustahilan seseorang mencapai iman yang benar kecuali jika ia telah melewati proses pembebasan dirinya dari kepercayaan yang ada. Sebab sesungguhnya persoalan umat manusia—yang dengan mudah dapat dibuktikan secara empirik— bukanlah bahwa mereka tak percaya pada satu “tuhan”. Justru sebaliknya, nurani primordial manusia ialah percaya kepada Tuhan. Namun karena tidak terbimbing dengan benar maka naluri itu tumbuh dan berkembang secara sesat, dan tersalurkan ke arah kepercayaan kepada Tuhan secara berlebihan, yaitu politeisme atau syirik. Padahal politeisme atau syitik, terbukti dari gejala mitologi, merenggut kebebasan manusia dan membuatnya terbelenggu sedemikian rupa sehingga tak mampu melihat alam dan kehidupan sekelilingnya secara benar sesuai dengan design atau sunnah Allah. Maka persoalan manusia yang paling pokok ialah bagaimana membebaskan mereka dari kepercayaan kepada “tuhan-tuhan” yang hampir semuanya bersifat mitologis itu…”(Islam Agama Peradaban, H. 129-130].

Jadi, syirik menjadi dosa besar pada level pertama karena sangat berbahaya bagi manusia dan kemanusiaan. Ia bisa mengakibkan manusia bertindak tak sesuai dengan sunnah Allah. Dengan kata lain, syirik bisa menghancurkan tatanan dunia ini. Dampak syirik yang begitu besar mengakibatkan ia masuk dalam level pertama dosa besar.

Selanjutnya mari kita melompat ke level kelima dosa besar, yaitu menolak membayar zakat [H. 23]. Keengganan membayar zakat di tempatkan pada level kelima. Menurut hemat penulis, pengkategorian keengganan membayar zakat sebagai dosa besar kelima lebih karena zakat mertupakan salah satu sumber penting bagi pemasukan negara pada saat itu. Sebab, implikasi yang akan ditimbulkan jika zakat ditidak dibayarkan akan menggoncang keuangan negara sekaligus melemahkan legitimasi pengusa. Pandangan ini bisa kita telusuri dalam kasus khalifah pertama, Abu Bakar ash-Shidiq yang memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat. Dengan kata lain, keengganan membayar zakat yang terjadi pada masa kepemimpina Abu Bakar ash-Shidiq pada dasarnya merupakan bentuk pemberontakkan kepada pemerintahan saat itu. [Jama al-Bana, al-Islam wa Huriyyah al-Fikr, H. 153-154].

Sekarang kita akan melompat dari level kelima ke level keenam belas. Menurut adz-Dzahabi, dosa besar yang ada pada level keenam belas ialah janji palsu dan kezaliman penguasa. Untuk mendukung pendapatnya, azd-Dzahabi menyebutkan beberapa ayat al-Qur`an. Di antaranya adalah: “Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zhalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih”.(Q.S. asy-Syura: 42). Di samping itu, adz-Dzahabi juga menyebutkan hadits Nabi: “Barang siapa yang menipuku maka bukan dari umatku” (H.R. Muslim). [H. 51].

Penguasa adalah abdi atau pelayan masyrakat, karenanya penguasa tak boleh membohongi rakyatnya. Dengan kata lain, rakyat adalah tuan, sedang pemerintah adalah pelayannya. Hal ini sebagaimana ungkapan yang kita sering dengar: “sayyid al-qaum khadimuhum” (Pemimpin sebuah kaum adalah pelayannya). Dengan demikian, semua kebijakan pemerintah atau negara harus mengacu kepada kepentingan rakyat, dan penguasa tidak boleh menzhalimi rakyatnya sebagaimana ditegaskan dalam salah satu kaidah fikih, “Semua kebijakan pemerintah harus mengacu kepada kemaslahatan rakyat”. [Jalaluddin as-Suyuthi, Asybah wa an-Nazha`ir, juz, I, H. 83].

Jadi, secara teologis kebohongan penguasa kepada publik dan kezhalimannya adalah termasuk dosa besar. Sebab, apa yang mereka lakukan merugikan banyak orang. Sadarkan penguasa negeri ini akan hal tersbeut? Atau mereka sebenarnya sudah tahu, tetapi nurani mereka telah mati?! Salam…

Tentang Buku
 Judul :   al-Kaba'ir
 Penulis   :  Syamsuddin adz-Dzahabi
 Penerbit :  Bairut-Dar al-Fikr
 Cet  :  1414 H / 1994 M
 Tebal   :  179 halaman
    
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
sumber : http://www.pondokpesantren.net/

Tidak ada komentar:

Paling Sering Dibaca