Meskipun judul di atas terkesan heboh, tapi saya bukan termasuk orang yang suka mengaplikasikan (tathbîq)  apa yang telah terjadi ke dalam Alquran. Seolah-olah mencari kebenaran  dan pembenaran dari luar untuk dimasukkan ke dalam Alquran. Padahal  tanpa kejadian itu semua, Alquran tetaplah Alquran yang kemuliaan dan  kebenarannya tidak berkurang.
Meski sudah terjadi beberapa tahun yang lalu, fenomena hujan berwarna  merah kembali ramai dibicarakan. Di India, para penduduk lokal daerah  Kerala menemukan baju-baju yang dijemur berubah warna menjadi merah  seperti darah. Mereka melaporkan adanya bunyi ledakan dan cahaya terang  yang mendahului turunnya hujan yang dipercaya sebagai ledakan meteor.
 
Contoh air hujan tersebut segera dibawa untuk diteliti oleh ilmuwan independen, Godfrey Louis  dan Santosh Kumara dari Universitas Mahatma Gandhi. Pertama kali mereka  mengira bahwa partikel merah di dalam air adalah partikel pasir yang  terbawa dari gurun Arab. Di Universitas Sheffield, Inggris, seorang ahli  mikrobiologis bernama Milton Wainwright mengkonfirmasi bahwa unsur  merah tersebut adalah sel hidup. Hal ini dinyatakan karena Wainwright  berhasil menemukan adanya DNA dari unsur sel tersebut walaupun ia belum  berhasil mengekstraknya.Sedangkan hujan hewan terjadi pada Juni 2009 di Jepang. Hewan ini  memiliki panjang dengan diameter 5 cm berbentuk seperti ikan dan kodok,  sejauh ini tidak ada yang dapat menjelaskan kenapa hal ini bisa terjadi.  Beberapa orang menyebutkan ini merupakan fenomena langka yang pernah  terjadi yang diakibatkan perubahan cuaca yang tidak menentu di negara  sakura ini. Bagian meteorologi Jepang juga tidak dapat menjelaskan apa  penyebab terjadinya hal tersebut. (Sumber: Athepostrad)

Beberapa orang yang seperti menuhankan ilmu pengetahuan menyebutnya  sebagai fenomena alam. Saya tidak menolak adanya proses alam, karena hal  itu sesuatu yang natural dan sudah menjadi ketetapan-Nya. Istilah agama  menyebutnya sunatullah. Tapi terkadang, kita melupakan sumber segala  sebab musabab dan sumber segala sesuatu, yakni Tuhan semesta alam. Apa  yang hendak ditampakkan adalah Kekuasaan-Nya yang maha dan tunggal. Agar  kita, manusia, tidak lagi sombong dengan menuhankan segala ilmu  pengetahuan alam dan melupakan adanya Pencipta alam.
Alquran dan Injil mengisahkan tentang kesombongan Firaun dan kaumnya.  Jika diberi kebaikan dan kemakmuran dari Tuhan, mereka berkata, “Inilah  usaha kami.” Manusia zaman sekarang juga ada yang seperti ini, ketika  sukses mereka berkata, “Ya, karena usaha saya, saya ini berhasil.” Jika  ditimpa kesusahan, kaum Firaun melemparkan sebab kesialan itu kepada  Musa dan pengikutnya. (QS. 7: 131)
Seolah menantang dan keras kepala, pengikut Firaun berkata, “Bagaimanapun  kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan  keterangan itu, maka kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu.”  (QS. 7: 132). Firaun dan pengikutnya yang masih ada hingga sekarang ini  meledek bahwa bukti kekuasaan Tuhan yang disampaikan melalui Musa  (Moses) dan Harun (Aaron) as. itu sebagai sihir. “Maka Kami kirimkan kepada mereka topan (thûfân),  belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka  tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa.” (QS. 7: 133)
Jadi, apa yang terjadi di zaman sekarang bukanlah sesuatu fenomena  baru dan menganehkan. Zaman dahulu, sebagai bukti bagi orang yang ingkar  kepada Tuhan, Allah sudah tampakkan kuasa-Nya. Hanya orang-orang yang  sadar dan berpikir yang dapat mengambil pelajaran. Wallahualam.
sumber : http://ejajufri.wordpress.com 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar